Modul 1: Penguatan Kelembagaan
Komite Sekolah
|
||||
Pemberdayaan Komite Sekolah
Bahan Pelatihan
untuk Fasilitator Inti Komite Sekolah
Tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota
Modul 1
Penguatan
Kelembagaan Komite Sekolah
Penulis:
Yadi Haryadi
Danny Meirawan
Arief Rahadi
Pembahas:
Suparlan
Dasim Budimansyah
Sri Amin Chamidah
|
||||
Daftar Isi
Kata Sambutan Direktur
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah ... 3
Pengantar ... 4
Modul 1.1: Pembentukan
– Revitalisasi -- Komite Sekolah ... 5
Modul 1.2: Pelaksanaan Peran dan Fungsi Komite Sekolah Untuk Peningkatan Mutu
Layanan Pendidikan ... 15
Modul 1.3: Membangun Hubungan Kemitraan dan Kerjasama Secara Sinergis Antara
Komite Sekolah dengan Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat ... 26
Kata Sambutan
Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah
Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota telah dibentuk di seluruh kabupaten/kota di Indonesia .
Komite Sekolah telah dibentuk di seluruh satuan pendidikan di Indonesia .
Dewan Pendidikan Provinsi juga telah dibentuk di lebih dari separuh provinsi di
Indonesia
atas prakarsa daerah provinsi yang bersangkutan. Sementara itu, Dewan
Pendidikan Nasional sudah mulai dilakukan langkah awal sesuai dengan proses dan
mekanisme pembentukan yang ditetapkan. Dalam Renstra Departemen Pendidikan
Nasional Tahun 2005 – 2009 telah
ditetapkan tonggak kunci keberhasilan pembangunan pendidikan (key milestones), yang antara lain
menetapkan bahwa (1) 50% Dewan Pendidikan telah berfungsi dengan baik pada
tahun 2009, (2) 50% Komite Sekolah telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009,
dan (3) Dewan Pendidikan Nasional telah dibentuk pada tahun 2009.
Secara kualitatif, keberadaan
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah memang belum sepenuhnya dapat
mendorong peningkatan mutu layanan pendidikan. Salah satu faktor penyebabnya
antara lain karena masih rendahnya pemahaman masyarakat dan pemangku
kepentingan (stakeholder) pendidikan
tentang kedudukan, peran, dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Untuk
meningkatkan kinerja Komite Sekolah/ Madrasah, sesuai dengan target yang telah
ditetapkan dalam Renstra Depdiknas tersebut, maka diluncurkan program
pemberdayaan Komite Sekolah, yang akan dilakukan secara bottom-up oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota. Untuk itu, kegiatan
TOT Fasilitator Pemberdayaan Komite Sekolah dimaksudkan untuk menyiapkan
SDM-nya. Sedang penyusunan modul
Pemberdayaan Komite Sekolah ini dimaksudkan untuk menyiapkan panduan dan materi
pemberdayaanya.
Modul Pemberdayaan Pemberdayaan
Komite Sekolah ini terdiri atas tiga tajuk, yaitu: (1) Penguatan Kelembagaan
Komite Sekolah, (2) Peningkatan Kemampuan Organisasional Pengurus Komite
Sekolah, dan (3) Peningkatan Wawasan Kependidikan Pengurus Komite Sekolah.
Modul-modul tersebut disusun oleh tim penulis yang juga akan menjadi pemandu
dalam kegiatan TOT.
Kami menaruh harapan besar agar
modul ini dapat menjadi bahan yang bermanfaat untuk meningkatkan kinerja Komite
Sekolah. Kepada tim penulis dan pemandu kegiatan TOT kami menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih.
Direktur
Jenderal Manajemen
Pendidikan
Dasar dan Menengah,
Prof.
Suyanto, Ph.D
Pengantar
Dalam paradigma
lama, hubungan keluarga, sekolah, dan masyarakat dipandang sebagai institusi
yang terpisah-pisah. Pihak keluarga dan masyarakat dipandang tabu untuk ikut
campur tangan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Apalagi sampai masuk
ke wilayah kewenangan profesional para guru. Dewasa ini, paradigma lama ini
dalam batas-batas tertentu telah ditinggalkan. Keluarga memiliki hak untuk
mengetahui tentang apa saja yang diajarkan oleh guru di sekolah. Orangtua siswa
memiliki hak untuk mengetahui dengan metode apa anak-anaknya diajar oleh
guru-guru mereka. Dalam paradigma transisional, hubungan keluarga dan sekolah
sudah mulai terjalin, tetapi masyarakat belum melakukan kontak dengan sekolah.
Dalam paradigma baru (new paradigm)
hubungan keluarga, sekolah, dan masyarakat harus terjalin secara sinergis untuk
meningkatkan mutu layanan pendidikan, termasuk untuk meningkatkan mutu hasil
belajar siswa di sekolah.
Sekolah adalah
sebuah pranata sosial yang bersistem, terdiri atas komponen-komponen yang
saling terkait dan pengaruh mempengaruhi. Komponen utama sekolah adalah siswa, pendidik dan tenaga kependidikan
lainnya, kurikulum, serta fasiltias pendidikan. Selain itu, pemangku
kepentingan (stakeholder) juga
mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses penyelenggaraan dan peningkatan
mutu pendidikan. Dalam hal ini orangtua dan masyarakat merupakan pemangku
kepentingan yang harus dapat bekerja sama secara sinergis dengan sekolah.
Proses penyelenggaraan pendidikan kini menggunakan
pola manajemen yang dikenal dengan manajemen berbasis sekolah (MBS), yang dalam
aspek teknis edukatif dikenal dengan manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah (MPMBS). Untuk itu, maka orangtua siswa, khususnya yang tergabung dalam
Komite Sekolah juga harus memahami pola manajemen sekolah tersebut.
Dalam kegiatan Managing
Basic Education (MBE), orangtua siswa di setiap kelas di suatu sekolah
membentuk Paguyuban Kelas, yang
beranggotakan orangtua siswa dengan tugas membantu guru kelas dalam merancang
dan melaksanakan pembelajaran dengan konsep PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan). Ini merupakan satu bentuk keterlibatan keluarga dan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itu, Komite Sekolah perlu
memahami wawasan kependidikan tersebut.
Modul pertama ini meliputi tiga bagian, yaitu: (1)
Pembentukan --- revitalisasi --- Komite Sekolah, (2) Peran dan Fungsi Komite
Sekolah Untuk Meningkatkan Mutu Layanan Pendidikan, dan (3) Membangun Hubungan
Kemitraan dan Kerja Sama Secara Sinergis Antara Sekolah Dengan Keluarga dan
Masyarakat.
Tim Penulis,
Yadi Haryadi
Danny Meirawan
Arief Rahadi
Modul 1.1
Pembentukan --- Revitaliasai --- Komite Sekolah
I.
TUJUAN
Pada akhir pelatihan,
para peserta dapat:
1.
Menjelaskan
paradigma Komite Sekolah sebagai sarana kepedulian masyarakat terhadap
pendidikan.
2.
Menjelaskan
prinsip-prinsip kerelawanan, kepedulian, kepentingan bersama dan kepercayaan
sebagai pondasi utama dari kohesi sosial (common
bound) Komite Sekolah.
3.
Menjelaskan proses dan mekanisme pembentukan Komite Sekolah.
4.
Peserta memahami faktor–faktor
yang membentuk kohesi sosial dalam Komite Sekolah.
II.
MATERI
1.
Paradigma
Komite Sekolah.
2.
Prinsip-prinsip
yang menjadi fondasi pembentukan Komite Sekolah.
3.
Proses
dan mekanisme pembentukan Komite Sekolah.
4.
Faktor-faktor
yang membentuk kohesi sosial dalam Komite Sekolah.
III.
WAKTU
Waktu yang diperlukan
untuk kegiatan pelatihan ini adalah 90 menit.
IV.
METODE
Metode
yang digunakan dalam pelatihan ini adalah:
1.
Curah Pendapat
2.
Diskusi Kelompok
3.
Penjelasan
4.
Tanya Jawab
V.
ALAT BANTU
1.
Kertas plano
2.
Kuda-kuda atau standar untuk flip
chart
3.
Papan tulis atau whiteboard
dengan perlengkapannya
4.
LCD, atau alat bantu lain yang diperlukan
VI.
LANGKAH-LANGKAH
1.
Buka pertemuan dengan salam singkat. Jelaskan kepada peserta bahwa kita
akan mendiskusikan mengenai topik Penguatan Kelembagaan Komite Sekolah,
dan akan dimulai dengan diskusi pertama mengenai Materi ”Membentuk Komite
Sekolah”. Uraikan maksud dan tujuan dari diskusi ini.
Tujuan Sesi Pembentukan Komite Sekolah
§
Paradigma
Komite Sekolah sebagai sarana Kepedulian Pendidikan dan Masyarakat Miskin.
§
Prinsip-prinsip
Kerelawanan, Kepedulian, Kepentingan Bersama dan Kepercayaan sebagai Pondasi
utama dari Kohesi Sosial (common bound) Komite Sekolah.
§
Mekanisme
Pembentukan Komite Sekolah.
§
Peserta memahami dan yakin tentang faktor – faktor yang membentuk kohesi sosial dalam
komite sekolah.
(Waktu : 5 menit)
2.
Minta Peserta untuk menyiapkan alat tulis dan menjawab pertanyaan mengenai
soal-soal yang akan ditayangkan di layar. Tayangkan ”Paradigma Kita” satu demi
satu untuk memberi kesempatan peserta menuliskan jawabannya. Setelah selesai
penayangan, ajak peserta diskusi mengenai jawaban masing-masing. Jawaban
peserta ditulis di kertas plano. Setelah itu lakukan penyimpulan dan pencerahan
dengan kata-kata kunci sbb:
Penyimpulan dan Pencerahan Paradigma Kita:
§
Kita
seringkali memahami Komite Sekolah dengan paradigma yang selama ini kita pahami
(misalnya BP3, dll).
§
Perlu
keterbukaan dan Kemauan Untuk Memahami Komite Sekolah agar Kita benar-benar
memahami substansi Komite Sekolah tidak dari paradigma lain.
§
Peserta memahami dan yakin tentang faktor – faktor yang membentuk kohesi sosial dalam
komite sekolah.
Selanjutnya kita sampaikan kepada peserta bahwa kita akan
mendiskusikan beberapa konsepsi dasar dari Komite Sekolah.
(Waktu: 15
menit)
3.
Selanjutnya peserta dibagi ke dalam 3 (tiga) kelompok untuk melakukan
diskusi tentang kasus komite sekolah. Bagikan Lembar kasus Komite Sekolah ke
masing-masing kelompok. Minta masing-masing kelompok mempelajari lembar kasus,
mendiskusikannya di kelompok dan menjawab pertanyaan-pertanyaan sbb:
Topik Diskusi Kelompok:
§ Sesuaikah pembentukan komite sekolah yang ada
di lembar kasus dengan konsep pembentukan Komite Sekolah yang seharusnya dilakukan?)
§ Prinsip-prinsip apa yang perlu ada untuk
membentuk Komite Sekolah?
§
Bagaimana sebaiknya prinsip-prinsip pembentukan komite sekolah tersebut
diterapkan pada mekanisme pembentukan Komite Sekolah?
Minta setiap kelompok menuliskan hasil
diskusinya ke kertas plano untuk bahan presentase. Waktu untuk Diskusi Kelompok
batasi hanya selama 20 menit.
(Waktu: 25 menit)
4.
Diskusi Pleno untuk presentasi dan pembahasan hasil diskusi kelompok.
Setiap kelompok diberi kesempatan selama 5 menit untuk presentasi. Pemandu
memfasilitasi forum diskusi dan tanya jawab antar peserta serta menuliskan
kata-kata kunci yang disampaikan peserta dalam diskusi pleno tersebut. Selesai
diskusi Pleno, Pemandu menyimpulkan dan melakukan pencerahan tentang komite
sekolah dengan isu-isu kunci di bawah ini.
Penyimpulan dan Pencerahan Diskusi Pleno:
§ Komite Sekolah merupakan media bersama bagi
orang-orang yang peduli, ikhlas dan tanpa pamrih berjuang untuk kepentingan
peningkatan kualitas pendidikan dan akses masyarakat miskin memperoleh
pendidikan. Komite Sekolah bukan sarana seseorang untuk memperjuangkan
kepentingan pribadi atau kelompoknya. Komite Sekolah bukan sarana untuk
memperoleh status, jabatan, posisi, materi atau hak-hak istimewa (privallage)
tertentu. Komite Sekolah adalah sarana orang-orang yang ikhlas berkorban dan
mau memberi bagi kepentingan pendidikan dan masyarakat miskin
§ Oleh karena itu, proses pembentukan komite
sekolah harus dilandasi dengan prinsip-prinsip kerelawanan, kepedulian,
keikhlasan, kepentingan bersama dan kepercayaan.
§ Atas dasar prinsip tersebut, maka kriteria
anggota Komite Sekolah seyogyanya tidak hanya dilihat dari keterwakilan unsur,
melainkan juga dari motivasi kerelawanan dan kepeduliannya. Untuk itu kriteria
anggota komite sekolah harus didasarkan pada kualitas sifat kemanusiaan
seseorang dan tidak didasarkan pada status, jabatan, latar belakang, atau
simbol-simbol lainnya.
§ Sifat kualitas seseorang tidak dapat
diketahui dari janji, kampanye dan pengakuan, melainkan dari track record
perilaku dan perbuatan seseorang.Oleh karena itu, mekanisme atau proses pembentukan
Komite Sekolah tidak dapat dilakukan secara instans melalui pertemuan formal
satu-dua kali saja, melainkan harus diawali dengan serangkaian Focus Group
Discussion (FGD) atau musyawarah pemangku kepentingan sebagai sarana untuk
mengetahui track record seseorang.
§ Terkait dengan kriteria track record kualitas
sifat kemanusiaan seseorang, maka pemilihan anggota Komite Sekolah sebaiknya
dilakukan secara tertutup, tertulis, tanpa pencalonan, tanpa rekayasa dan tanpa
kampanye.
(Waktu: 25
menit)
5.
Pemandu mempresentasikan bahan tayangan pembentukan Komite Sekolah dan
melakukan tanya jawab dengan peserta. Selesai diskusi bahan tayangan, pemandu
menutup pertemuan dengan mengulang kembali pencerahan dan penyimpulan sesi
pembentukan Komite Sekolah.
(Waktu: 20
menit)
VII.
EVALUASI
Peserta TOT diminta untuk memberikan pendapatnya tentang:
1.
Proses pembentukan Komite Sekolah dewasa ini pada umumnya.
2.
Proses dan mekanieme pembentukan Komite Sekolah yang seharusnya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
3.
Dampak yang ditimbulkan dari proses pembentukan Komite Sekolah dewasa ini.
LAMPIRAN
PEMBENTUKAN KOMITE SEKOLAH
Dasar hukum utama pembentukan Komite Sekolah untuk pertama kalinya adalah
Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
(Propenas), Rumusan Propenas tentang pembentukan Komite Sekolah kemudian
dijabarkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002 yang
merupakan acuan utama pembentukan Komite Sekolah. Disebutkan sebagai acuan
karena pembentukan Komite Sekolah di berbagai satuan pendidikan atau kelompok
satuan pendidikan disesuaikan dengan kondisi di masing-masing satuan pendidikan
atau kelompok satuan pendidikan. Demikian pula sebutan Komite Sekolah dapat
berbeda di setiap satuan pendidikan atau kelompok satuan pendidikan. Namun
demikian ada prinsip yang harus difahami dalam pembentukan Komite Sekolah.
Prinsip Pembentukan Komite
Sekolah
Komite Sekolah harus dibentuk berdasarkan pada prakarsa masyarakat yang
peduli pendidikan, bukan didasarkan pada arahan atau instruksi dari lembaga
pemerintahan. Pembentukan Komite Sekolah harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan demokratis.
Transparan berarti pembentukan Komite Sekolah dilakukan secara terbuka dan
diketahui oleh masyarakat khususnya masyarakat lingkungan sekolah mulai dari
tahap pembentukan panitia persiapan, sosialisasi oleh panitia persiapan,
penentuan kriteria calon anggota, pengumuman calon anggota, proses pemilihan,
sampai penyampaian hasil pemilihan kepada masyarakat. Akuntabel berarti
pembentukan Komite Sekolah yang dilakukan oleh panitia persiapan harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat baik secara substansi maupun finansial.
Demokratis berarti bahwa proses pembentukan Komite Sekolah dilakukan dengan
melibatkan seluruh masyarakat khususnya masyarakat lingkungan sekolah, baik
secara musyawarah mufakat maupun melalui pemungutan suara.
Mekanisme Pembentukan Komite
Sekolah
Sejak awal disosialisasikan pembentukan Komite Sekolah melalui Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002 diperkirakan Komite Sekolah telah
terbentuk di hampir lebih 200 ribu satuan pendidikan mulai jenjang SD/MI sampai
jenjang sekolah menengah. Namun diperkirakan pula pembentukan Komite Sekolah
tersebut tidak atau belum mengikuti prinsip pembentukan Komite Sekolah yang diharapkan.
Oleh karena itu perlu disosialisasikan kembali mekanisme pembentukan Komite
Sekolah yang baku.
Pembentukan Komite Sekolah diawali dengan pembentukan panitia persiapan
atas prakarsa masyarakat atau dipelopori oleh orang tua/wali peserta didik, tokoh
masyarakat/pemimpin informal, atau kepala satuan pendidikan. Panitia persiapan
sekurang-kurangnya 5 orang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (guru,
kepala satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan), pemerhati pendidikan (LSM
berorientasi atau peduli pendidikan, tokoh masyarakat/pemimpin informal, tokoh
agama, dunia usaha/dunia industri), serta orang tua/wali peserta didik.
Pembentukan Komite Sekolah yang dipandu oleh panitia persiapan seyogyanya
mengikuti 7 langkah pokok, sebagai berikut :
Langkah pertama :
Sosialisasi tentang Komite Sekolah dengan mengacu pada Surat Keputusan
Menteri Pendidikan No. 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Langkah kedua:
Penyusunan kriteria dan identifikasi calon anggota berdasarkan usulan dari
masyarakat. Bakal calon yang diusulkan tidak harus berdomisili di lingkungan
sekolah, namun diketahui memiliki keterikatan batin dengan sekolah (misalnya
alumni).
Langkah ketiga :
Seleksi bakal calon anggota yang diusulkan masyarakat, berdasarkan kriteria
yang disepakati bersama pada langkah kedua.
Langkah keempat :
Pengumuman bakal calon anggota yang telah diseleksi pada langkah ketiga,
dan yang menyatakan kesediaannya dicalonkan sebagai calon anggota Komite
Sekolah. Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya keberatan dari
masyarakat terhadap satu atau lebih bakal calon.
Langkah kelima :
Penyusunan nama-nama calon anggota yang dinyatakan resmi sebagai calon
anggota.
Langkah keenam :
Pemilihan anggota Komite Sekolah oleh masyarakat. Pemilihan dapat dilakukan
dalam suatu forum baik secara musyawarah mufakat ataupun melalui pemungutan
suara.
Langkah ketujuh :
Penyampaian nama-nama pimpinan dan anggota Komite Sekolah dan struktur
organisasinya kepada kepala satuan pendidikan untuk mendapat surat keputusan
kepala satuan pendidikan.
Panitia persiapan memfasilitasi pengukuhan terbentuknya Komite Sekolah.
Selanjutnya panitia persiapan dinyatakan bubar.
Langkah-langkah pembentukan Komite Sekolah seperti yang diuraikan di atas
adalah langkah-langkah pembentukan Komite Sekolah untuk pertama kali, atau pembentukan
kembali Komite Sekolah (yang telah dibentuk sebelumnya tetapi tidak
didasarkan pada prinsip pembentukan Komite Sekolah yang baku).
Pembentukan Komite Sekolah
masa bakti berikutnya
Bila masa bakti Komite Sekolah sudah hampir selesai, Komite Sekolah wajib
membentuk panitia persiapan (sebaiknya dinyatakan dalam AD/ART) pemilihan
anggota Komite Sekolah masa bakti berikutnya. Pembentukan Komite Sekolah masa
bakti berikutnya termasuk pengukuhan Komite Sekolah mengacu pada Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga, yang disusun oleh Komite Sekolah masa bakti pertama.
Namun demikian prinsip dan langkah-langkah pembentukan Komite Sekolah tetap
menjadi pegangan, namum dengan penyempurnaan disesuaikan dengan kondisi
setempat sebaiknya dinyatakan dalam AD/ART).
Modul 1.2
Melaksanakan Peran dan Fungsi Komite Sekolah Untuk
Meningkatkan Mutu Layanan Pendidikan
I.
TUJUAN
Pada akhir pelatihan,
para peserta dapat:
1.
Menjelaskan
peran dan fungsi Komite Sekolah.
2.
Memberikan
contoh program dan kegiatan Komite Sekolah yang dapat meningkatkan mutu layanan
pendidikan.
3.
Menjelaskan
mutu layanan pendidikan.
4.
Menjelaskan
bagaimana melaksanakan peran dan fungsi KS dalam meningkatkan mutu layanan
pendidikan di satuan pendidikan.
II.
MATERI
1.
Peran
dan fungsi Komite Sekolah.
2.
Contoh
program dan kegiatan Komite Sekolah.
3.
Mutu
layanan pendidikan.
4.
Melaksanakan
peran dan fungsi Komite Sekolah untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan.
III.
WAKTU
Waktu yang diperlukan
untuk kegiatan pelatihan ini adalah 90 menit.
IV.
METODE
Metode
yang digunakan dalam pelatihan ini adalah:
1.
Curah Pendapat
2.
Diskusi Kelompok
3.
Penjelasan
4.
Tanya Jawab
V.
ALAT BANTU
1.
Kertas plano
2.
Kuda-kuda atau standar untuk flip
chart.
3.
Papan tulis atau whiteboard
dengan perlengkapannya.
4.
LCD, atau alat bantu lain yang diperlukan.
VI.
LANGKAH-LANGKAH
Secara diagramatik, langkah pembelajaran
dalam pertemuan ini digambarkan sebagai berikut:
10’ 20’ 45’ 15’
|
|||||||||
|
|
|
(1) (2) (3)
(4)
Pengantar (10 menit)
1.
Fasilitator menjelaskan:
2.
Mutu layanan pendidikan yang akan
meningkatkan layanan pembelajaran
3.
Peran dan fungsi komite sekolah
4.
Penjelasan dilakukan dengan cara
mengurai masing-masing apa yang dimaksud dengan mutu layanan pendidikan, peran
dan fungsi komite sekolah.
5.
Penjelasan diharapkan memberikan
sedikit gambaran tentang suasana mutu layanan pendidikan yang akan meningkatkan
layanan pembelajaran serta peran dan fungsi komite sekolah.
Catatan: Pengantar dapat juga dilakukan dengan cara
menggali pengertian dari peserta.
Kerja
Perorangan (20 menit)
Secara
perorangan, peserta diminta untuk mengidentifikasi berbagai layanan pendidikan
untuk peningkatan mutu pembelajaran. Selanjutnya membaca untuk memahami
berbagai peran dan fungsi komite sekolah.
Diskusi
kelompok (45 menit)
1.
Diskusi
kelompok (4-6 orang) untuk mengidentifikasi berbagai kegiatan dari setiap peran
dan fungsi komite sekolah dalam peningkatan mutu layanan pendidikan di satuan
pendidikan.
2.
Hasil
diskusi dituliskan dalam kertas lebar atau transparansi untuk pelaporan
Laporan
kelompok (15 menit)
1.
Tiap kelompok melaporkan hasil
diskusinya di depan kelas.
2.
Kelompok pelapor pertama
memperlihatkan transparansi laporannya agar mudah dikomentari oleh yang lain.
3.
Kelompok kedua dan selanjutnya
hanya melaporkan apa yang belum disebut oleh kelompok sebelumnya.
4.
Komentar dari peserta terhadap apa
yang dilaporkan kelompok.
5.
Komentar dari fasilitator, jika
ada.
6.
Kelompok menyimpulkan bagaimana
melaksanakan peran dan fungsi komite sekolah dalam peningkatan mutu layanan pembelajaran di satuan
pendidikan.
7.
Hasil tersebut hendaknya diketik
kemudian dibagikan kepada peserta untuk menjadi pegangan dalam melaksanakan
kegiatan di tempat kerjanya masing-masing.
VII.
EVALUASI
Peserta TOT diminta untuk memberikan pendapatnya tentang:
1.
Proses pembentukan Komite Sekolah dewasa ini pada umumnya.
2.
Proses dan mekanisme pembentukan Komite Sekolah yang seharusnya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
3.
Dampak yang ditimbulkan dari proses pembentukan Komite Sekolah dewasa
ini.
LAMPIRAN
A. Pengantar
Komite Sekolah merupakan suatu badan yang mewadahi
peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Badan ini bersifat mandiri, tidak
mempunyai hubungan hirarkis dengan sekolah maupun lembaga pemerintah lainnya.
Komite Sekolah merupakan penyempurnaan dan
perluasan badan kemitraan dan komunikasi antara sekolah dengan masyarakat.
Sampai tahun 1994 mitra sekolah hanya terbatas dengan orang tua peserta didik
dalam wadah yang disebut dengan POMG (persatuan Orang Tua dan Guru), tahun 1994
sampai pertengahan 2002 dengan perluasan peran menjadi BP3 (Badan Pembantu
Penyelenggaraan Pendidikan) yang personilnya terdiri atas orang tua dan
masyarakat di sekitar sekolah. Sejak pertengahan tahun 2002 wadah tersebut
bertambah peran dan fungsinya sekaligus perluasan personilnya yang terdiri atas
orang tua dan masyarakat luas yang peduli terhadap pendidikan yang tidak hanya
di sekitar sekolah. Perbedaan yang prinsip antara BP3 dengan komite sekolah
adalah dalam peran dan fungsi, keanggotaan serta dalam pemilihan dan
pembentukan kepengurusan.
B. Peran
dan Fungsi
Komite sekolah secara umum berperan,
sebagai:
1.
Pemberi
pertimbangan (advisory agency) dalam
penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
2.
Pendukung
(supporting agency) baik yang
berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan
di satuan pendidikan.
3.
Pengontrol
(controlling agency) dalam rangka
tranparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan.
4.
Mediator
(mediator agency) antara pemerintah
(eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Dalam menjalankan perannya, secara umum Komite Sekolah memiliki fungsi
sebagai berikut:
1.
Mendorong
tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu.
2.
Melakukan
kerjasama dengan masyarakat dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu.
3.
Menampung
dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan
yang diajukan oleh masyarakat.
4.
Memberikan
masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada
satuan pendidikan dalam hal :
a.
kebijakan
dan program pendidikan;
b.
Penyusunan
Reancana Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS);
c.
Kriteria
Kinerja satuan pendidikan;
d.
Kriteria
tenaga kependidikan;
e.
Kriteria
fasilitas pendidikan; dan
f.
Hal-hal
lain yang terkait dengan pendidikan.
5.
Mendorong
orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung
peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
6.
Menggalang
dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan
pendidikan.
7.
Melakukan
evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan dan
keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Beberapa kegiatan yang teridentifikasi dalam
melaksanakan peran komite sekolah untuk meningkatkan layanan pendidikan di
satuan pendidikan.
Pemberi pertimbangan
(advisory agency) dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan di tingkat satuan pendidikan, minimal dalam
memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada satuan pendidikan.
Supaya masukan tersebut sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan, diperlukan
informasi-informasi yang didasarkan pada kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1.
Mengadakan
pendataan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan sumberdaya pendidikan di
masyarakat sekitar sekolah.
2.
Menganalisis
hasil pendataan sebagai bahan pemberian masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada
sekolah.
3.
Menyampaikan
masukan, pertimbangan atau rekomendasi secara tertulis kepada sekolah.
4.
Memberikan
pertimbangan kepada sekolah dalam rangka pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
5.
Memberikan
pertimbangan kepada sekolah untuk meningkatan mutu pembelajaran.
6.
Memberikan
pertimbangan kepada sekolah untuk menyelenggarakan pembelajaran yang
menyenangkan (PAKEM).
7.
Memberikan
masukan dan pertimbangan kepada sekolah dalam penyusunan visi, misi, tujuan,
kebijakan, program dan kegiatan pendidikan di sekolah.
8.
Memberikan
masukan dan pertimbangan kepada sekolah dalam penyusunan RAPBS.
Pendukung (supporting
agency) baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, minimal dalam mendorong
tumbuhnya perhatian dan komitmen
masyarakat terhadap penyelengaraan pendidikan yang bermutu, dalam bentuk
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1.
Mengadakan
pertemuan secara berkala dengan stakeholders
di lingkungan sekolah.
2.
Mendorong
peran serta masyarakat dan dunia usaha/industri untuk mendukung penyelenggaraan
pembelajaran yang bermutu.
3.
Memotivasi
masyarakat kalangan menengah ke atas untuk meningkatkan komitmennya bagi upaya
peningkatan mutu pembelajaran di sekolah.
4.
Mendorong orang tua dan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pendidikan, seperti;
a.
Mendorong
peran serta masyarakat dan dunia usaha/industri dalam penyediaan
sarana/prasarana serta biaya pendidikan untuk masyarakat tidak mampu.
b.
Ikut
memotivasi masyarakat untuk melaksanakan kebijakan pendidikan sekolah.
Pengontrol (controlling agency) dalam rangka
tranparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan. Minimal melakukan
evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran
pendidikan dari satuan pendidikan. Dalam bentuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1.
Meminta
penjelasan sekolah tentang hasil belajar siswa di sekolahnya.
2.
Mencari
penyebab ketidakberhasilan belajar siswa, dan memperkuat berbagai hal yang
menjadi keberhasilan belajar siswa.
Komite Sekolah
menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah kepada stakeholder secara periodik, baik yang
berupa keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran
program sekolah.
Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan
masyrakat baik berupa materi, maupun non materi kepada masyarakat dan
pemerintah setempat.
Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan
masyarakat di satuan pendidikan, seperti :
1.
Melakukan
kerjasama dengan masyarakat baik perorangan, organisasi pemerintah dan
kemasyarakatan untuk penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang bermutu.
a.
Membina
hubungan dan kerjasama yang harmonis dengan seluruh stakeholders pendidikan di sekitar sekolah.
b.
Mengadakan
penjajagan tentang kemungkinan untuk dapat mengadakan kerjasama dengan lembaga
lain di luar sekolah untuk memajukan
mutu pembelajaran di sekolah.
2.
Menampung
dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan pendidikan yang
diajukan oleh masyarakat, dalam bentuk:
a.
Menyebarkan
kuesioner untuk memperoleh masukan, saran dan ide kreatif dari stakeholder pendidikan di sekitar
sekolah.
b.
Menyampaikan
laporan kepada masyarakat secara tertulis tentang hasil pengamatannya terhadap
perkembangan pendidikan di daerah sekitar sekolahnya.
C. Mutu Layanan Pendidikan
Mutu layanan pendidikan adalah pencapaian standar
yang dipersepsi oleh pengguna layanan
yang menyamai atau bahkan melebihi standar layanan pendidikan yang berlaku.
Pendidikan adalah upaya sadar untuk memfasilitasi
perkembangan dan peningkatan potensi peserta didik. Inti dari pendidikan adalah kegiatan
pembelajaran. Pada jenis satuan pendidikan formal, seperti di sekolah dasar dan
bentuk persekolahan lainnya pada jenjang yang di atasnya, inti pendidikan
berupa pembelajaran biasa disebut dengan proses pembelajaran. Dengan demikian layanan pendidikan adalah berbagai sumber
daya yang dibutuhkan untuk memberikan dukungan terjadinya kondisi proses pembelajaran
yang baik atau bermutu.
Pada jenjang SD, proses pembelajaran terjadi selama
6 tahun, yang terjadi pada setiap kelas mulai dari kelas 1 sampai kelas 6.
Rinciannya terjadi setiap mata pelajaran pada tiap kelas mulai kelas 1 sampai
kelas 6.
Proses pembelajaran yang baik/bermutu pada setiap
mata pelajaran di kelas 1 semester 1 akan meningkatkan mutu hasil belajar di
semester 1 baik dalam bentuk penguasaan bahan pelajaran, nilai, perilaku dan
sikap peserta didik. Hasil belajar yang baik/bermutu pada semester 1 akan
menjadi modal untuk proses belajar berbagai mata pelajaran pada semester 2 di
kelas 1, demikian seterusnya sampai semester 2 kelas 6. Sehingga mutu
pendidikan SD adalah hasil akumulasi dari mutu hasil belajar dari proses
pembelajaran yang dimulai dari pembelajaran berbagai mata pelajaran semester 1
kelas 1 sampai semester 2 kelas 6.
Hal-hal yang berpengaruh terhadap pembelajaran
adalah: secara langsung adalah guru (kemampuan/kompetensi, komitmen,
konsentrasi), bakat dan motivasi peserta didik, sedangkan yang tidak langsung
adalah sarana dan prasarana, dana, lingkungan, pemikiran dan hal-hal lainnya
yang mendorong untuk terjadinya kondisi pembelajaran efektif dan bermutu.
Dana diperlukan dalam pembelajaran yang bermutu
adalah untuk melengkapi sarana dan prasana, peningkatan kemampuan guru dalam
penguasaan metodologi dan didaktik serta kemampuan bidang ajar. Selain itu yang
tidak kalah penting adalah untuk menambah kesejahteraannya. Diasumsikan dengan
bertambahnya kesejahteraan guru akan merasa dihargai dan akan meningkatkan
konsentrasinya dalam mengajar, yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu
pembelajaran.
LEMBAR KERJA PERORANGAN
Ciri Pembelajaran
yang Efektif
|
Upaya yang harus
dilakukan
|
1.
|
1.
|
2.
|
2.
|
3.
|
3.
|
4.
|
4.
|
5.
|
5.
|
6.
|
6.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
LEMBAR KERJA KELOMPOK
Peran dan fungsi Komite Sekolah untuk meningkatkan mutu layanan
pembelajaran :
Peran dan Fungsi Komite Sekolah
|
Bagaiman upaya yang
harus dilakukan oleh KS
|
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency)
|
1.
|
2.
|
|
3.
|
|
4.
|
|
5.
|
|
2. Pendukung (supporting
agency)
|
1.
|
2.
|
|
3.
|
|
4.
|
|
5.
|
|
3. Pengontrol (controlling
agency)
|
1.
|
2.
|
|
3.
|
|
4.
|
|
5.
|
|
4. Mediator
|
1.
|
2.
|
|
3.
|
|
4.
|
|
5.
|
Modul 1.3
Membangun Hubungan Kemitraan dan Kerjasama Secara Sinergis Antara Sekolah,
Keluarga dan Masyarakat
I.
TUJUAN
Pada akhir
pelatihan peserta dapat menjelaskan:
1.
Prinsip-prinsip dasar
kerjasama dan kemitraan.
2.
Hubungan antara
kepercayaan, kejujuran dan kesamaan kepentingan untuk peduli bersama dengan kemitraan
dan kerjasama.
3.
Faktor–faktor yang
membentuk hubungan kemitraan dan kerjasama secara sinergis antara sekolah, keluarga
dan masyarakat.
II.
MATERI
1.
Komunitas sekolah dan unsur-unsurnya.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menghambat
terjadinya kerjasama kemitraan.
3.
Prinsip-prinsip membangun kerjasama kemitraan antara
sekolah, keluarga, dan masyarakat.
III.
WAKTU
Waktu yang akan
digunakan dalam pelatihan topik ini adalah 90 menit.
IV.
METODE
1.
Curah Pendapat
2.
Diskusi Kelompok
3.
Penjelasan
4.
Tanya Jawab
V.
ALAT BANTU
1.
Kertas plano
2.
Kuda-kuda untuk flip chart
3.
Papan tulis dengan perlengkapannya
4.
LCD
VI. LANGKAH-LANGKAH
1.
Buka pertemuan dengan salam singkat. Jelaskan kepada peserta bahwa kita
akan mendiskusikan mengenai topik Penguatan Kelembagaan Komite Sekolah,
dan mendiskusikan materi berikutnya mengenai Materi ”Membangun Hubungan
Kemitraan”. Uraikan maksud dan tujuan dari diskusi ini.
(Waktu : 5 menit)
2.
Tanyakan kepada peserta apa yang dimaksud dengan Komunitas Sekolah dan apa unsur - unsur yang ada di dalamnya?.
Tuliskan jawaban peserta dalam kertas plano.
Kunci : komunitas Sekolah merupakan sekumpulan warga yang
terlibat dalam lingkungan satuan pendidikan secara langsung maupun tidak
langsung, dan perlu mengintegrasikan diri serta menciptakan hubungan – hubungan
(ikatan) sosial untuk mencapai tujuan bersama. Unsur – unsur yang membentuk
komunitas sekolah terdiri atas individu – individu dan kelompok – kelompok
dalam satuan pendidikan, orang tua dan keluarga serta masyarakat di sekitar
satuan pendidikan tersebut.
(Waktu : 15 menit)
3.
Jelaskan kepada peserta bahwa kita akan melanjutkan kegiatan dengan permainan
Broken Square atau memasukkan spidol
pensil ke dalam botol.
(catatan: Model permainan yang digunakan sesuai dengan
kondisi peralatan yang ada dan mekanisme pelaksanaan tergantung pada jenis
permainan yang digunakan untuk sesi ini)
(Waktu : 15 menit)
4.
Setelah selesai permainan, tanyakan kepada peserta :
§
Mengapa mereka memilih pasangannya masing – masing?
§
Cukup mudahkah atau susah untuk melaksanakan permainan itu, dan
faktor-faktor apa yang mempengaruhinya?
§
Adakah terjalin interaksi atau komunikasi antara satu dengan lainnya?
Dari
pertanyaan tersebut temukan kata kunci dari peserta : untuk dapat
berhasil melaksanakan permainan, memerlukan kemitraan dan kerjasama di antara
mereka, tanpa kemitraan dan kerjasama akan sulit untuk mencapai tujuan bersama.
(Waktu : 10 menit)
5.
Bahas bersama peserta faktor–faktor yang bisa mempengaruhi dan menghambat
kerjasama serta kemitraan. Gunakan kata-kata kunci sebagai berikut:
§ Mungkinkah kita percaya terhadap orang yang tidak jujur dan
tidak peduli?
§ Mungkinkah kita bisa saling mendukung kalau kepentingan
kita masing-masing berbeda?
§
Mengapa kita bersedia bekerja sama dan bermitra?
§
Apa yang perlu dibangun untuk bisa melaksanakan kerjasama dan kemitraan
secara sinergis?
Hasil diskusi ini selanjutnya disimpulkan dan dilakukan
pencerahan sebagai berikut.
Pencerahan tentang
Prinsip-Prinsip yang harus dibangun oleh Komite Sekolah dalam membangun
kerjasama dan kemitraan:
§ Menumbuhkan kepercayaan,
kejujuran dan kesamaan tujuan di antara anggota Komite Sekolah.
§ Menumbuhkan kepercayaan,
kejujuran dan kesamaan tujuan antara Komite Sekolah dengan Keluarga.
§ Menumbuhkan kepercayaan,
kejujuran dan kesamaan tujuan antara komite sekolah dengan masyarakat.
§ Menggunakan kepercayaan,
kejujuran dan kesamaan tujuan sebagai landasan kemitraan dan kerjasama antara
Komite Sekolah, Keluarga dan masyarakat .
(Waktu : 15 menit)
6.
Selanjutnya pemandu
memaparkan Bahan Tayangan Mengenai Membangun Kemitraan dan Kerjasama antara
Komite Sekolah, Keluarga dan Masyarakat. Selama penayangan lakukan tanya jawab
dengan peserta.
(Waktu : 25 menit)
7.
Pemandu menyimpulkan dan menutup materi sesi ini.
(Waktu : 5 menit)
VII. EVALUASI
Pada akhir kegiatan pelatihan, peserta menjawab
beberapa pertanyaan tentang kerjasama kemitraan sekolah dengan keluarga dan
masyarakat.
LAMPIRAN
1.
Sifat Dasar Kemitraan
Kemitraan bukanlah sekedar
sekumpulan aturan main yang tertulis dan formal atau suatu kontrak kerja
melainkan lebih menunjukkan perilaku hubungan yang bersifat intim antara dua
pihak atau lebih dimana masing-masing pihak saling membantu untuk mencapai
tujuan bersama.
Dengan demikian kemitraan
sekurang-kurangnya memiliki sifat-sifat dasar sebagai berikut.
·
Lebih bersifat jangka panjang bukan sekedar
hubungan sesaat oleh sebab tujuan-tujuan yang ingin dicapai biasanya lebih
mendasar, disamping itu hubungan sesaat tidak dapat membangun relasi yang lebih
mendalam. Contoh hubungan tradisional yang bersifat sementara antara penjual
dan pembeli seperti antara penjual rumah (developer) dan pembeli rumah
(konsumer) atau antara penjual jasa konsultan dengan pemakai jasa konsultan.
·
Lebih di fokuskan pada pemecahan persoalan
bersama untuk mencapai tujuan bersama bukan sekedar menjual suatu produk
(barang atau jasa). Dalam tautan kemiskinan misalnya bagaimana kelompok masyarakat
miskin ini mendapat akses ke tanah di kota ,
kredit, perizinan, dsb.
·
Didasarkan atas nilai-nilai luhur seperti
lazimnya suatu kerjasama seperti kejujuran, keterbukaan, saling percaya, saling
memperhatikan, kesetaraan, dsb.
·
Saling bergantung [1]),
dimana tiap pihak sesuai peran dan fungsi masing-masing saling membutuhkan dan
dibutuhkan agar tercapai tujuan bersama. Contoh yang jelas adalah tubuh manusia
dimana tiap organ tubuh memiliki fungsi masing-masing tetapi tetap dalam
kesetaraan dan saling membutuhkan agar kita dapat tetap hidup dengan wajar.
Jadi
secara singkat dapat dikatakan bahwa kemitraan adalah jenis hubungan antar dua
atau beberapa pihak dengan sifat-sifat dasar sebagai tersebut di atas (jangka
panjang, berorientasi pemecahan persoalan bersama/tujuan bersama, dilandasi
nilai-nilai luhur dan saling bergantung).
2.
Mengapa Kemitraaan PERLU
Banyak alasan
yang dapat dikemukakan mengapa kemitraan itu perlu dan menjadi makin perlu di
masa-masa mendatang. Di antara
berbagai alasan paling tidak ada tiga alasan seperti tersebut di bawah ini.
a.
Yang
pertama, persoalan yang dihadapi oleh semua pihak (stakeholder), para pelaku
pembangunan (sektor swasta dan masyarakat) dan penyelenggara pembangunan
(pemerintah) sudah sangat kompleks dan kronis sehingga tidak ada satu pihak pun
yang dapat mengklaim memahami persoalan yang dihadapi oleh pihak lain.
Akibatnya tindakan sepihak/diselesaikan secara sepihak saja tidak lagi memadai,
termasuk misalnya meningkatkan pelayanan saja. Diperlukan kerja sama atau
bentuk hubungan baru antar pihak (penyelenggara dan pelaku pembangunan) yang
lebih intim untuk bersama-sama memecahkan persoalan bersama yang sudah kronis
tersebut untuk mencapai tujuan bersama pula.
b.
Pergeseran
posisi pelaku utama dari pemerintah dan swasta (sebagai pemasok) ke masyarakat.
Ini berarti masyarakatlah yang kini menentukan apa yang perlu dan bagaimana
harus dipasok. Sering kali tuntutan masyarakat tidak mampu lagi dipenuhi oleh
pola pasokan konvensional, misalnya masyarakat menuntut mutu layanan publik yang
layak dengan harga yang terjangkau yang tidak mungkin lagi dipenuhi dengan
hanya menurunkan harga dan mengurangi mutu yang lazim ditempuh dalam pola
pasokan konvensional (perumahan misalnya). Masyarakat seringkali memiliki
aspirasi yang berbeda terhadap produk-produk pelayanan publik yang
ditawarkan/dipasok oleh pemerintah dan atau perusahaan perumahan milik swasta.
Untuk mendekatkan antara harapan dan kemampuan pasokan inilah menuntut adanya
bentuk hubungan baru/lain antara yang memasok dan yang dipasok, yang lebih
bersifat jangka panjang dan beroreintasi pada pemecahan persoalan bersama.
c.
Keterbatasan
sumberdaya di semua pihak baik di pihak pemerintah sebagai penyelenggara
pembangunan maupun di pihak pelaku pembangunan lainnya; swasta maupun
masyarakat, sehingga perlu dilakukan sinergi untuk mencapai tujuan bersama
seperti pendidikan murah untuk semua, peningkatan mutu pendidikan, dll.
d.
Keterbatasan
sumberdaya ini dapat dilihat dari dua sisi, (i) sisi kelangkaan dan (ii) sisi
distribusi/penyebaran penguasaan sumberdaya.
1)
Dari
sisi kelangkaan dapat diartikan (i) keterbatasan ketersediaan sumberdaya yang
dibutuhkan oleh semua pihak, artinya sumberdaya yang tersedia terbatas yang
membutuhkan banyak, sehingga setiap penggunaan oleh satu pihak akan berpengaruh
pada yang lain. Jadi perlu bentuk kerja
sama baru yang lebih konseptual dan mendasar atau (ii) keterbatasan dalam arti
tiap pihak menguasai sumberdaya yang sama secara terbatas sehingga untuk
memproduksi sesuatu perlu bentuk kerjasama yang lebih konseptual sehingga
tercapai sinergi.
2)
Dari
sisi penyebaran diartikan bahwa tiap pihak hanya menguasai satu atau dua jenis
sumberdaya saja (dana saja, tanah saja atau tenaga kerja saja, dsb) sehingga
untuk menghasilkan sesuatu perlu keterlibatan semua pihak yang menguasai
sumberdaya yang berbeda. Dengan demikian maka dibutuhkan bentuk kerjasama baru
yaitu kemitraan yang bersifat jangka panjang, berorientasi pada pemecahan
persoalan bersama, di dasarkan nilai-nilai luhur dan tercapai saling
kebergantungan.
3.
PENERAPAN KEMITRAAN
DALAM PEMBANGUNAN
Agar
kemitraan seperti tersebut di atas dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan
konsepnya maka penerapan kemitraan harus mengikuti prinsip-prinsip dasar
berikut yang selanjutnya disebut sebagai prinsip PACTS atau PACTS principles [2]).
Prinsip 1: Partisipasi/participation (P), semua pihak memiliki
kesempatan yang sama untuk menyatakan pendapat, memutuskan hal-hal yang
langsung menyangkut nasibnya dan bertanggung jawab atas semua keputusan yang
telah disepakati bersama. Dalam melaksanakan partisipasi maka semua pihak harus
memperhatikan ketepatan waktu atau momentum artinya partisipasi harus tepat
waktu/punctual (P) sehingga terjadi
sinkronsikasi.
Prinsip 2: Akseptasi/acceptable
(A);
kehadiran tiap pihak harus diterima oleh pihak lain apa adanya dan dalam
kesetaraan. Ini juga berarti bahwa tiap pihak memiliki fungsi masing-masing dan
di dalam fungsi masing-masing tersebutlah terjadi kesetaraan. Contoh klasik
dalam hal ini adalah tubuh manusia; tidak ada seorangpun yang beranggapan bahwa
usus manusia yang penuh kotoran ini lebih rendah dari muka yang cantik. Jadi
usus dan muka sesuai dengan fungsi masing-masing ada dalam kesetaraan. Agar
tiap pihak dapat diterima oleh pihak lain maka kepada tiap pihak dituntut untuk
bersikap bertanggung jawab atau dapat diandalkan atau bersifat tanggung gugat/accountable (A).
Prinsip 3: Komunikasi/communication(C); masing-masing pihak
harus mau dan mampu mengomunikasikan dirinya beserta rencana kerjanya sehingga
dapat dilakukan koordinasi dan sinergi. Untuk itu tiap pihak dituntut untuk mau
meleburkan diri menjadi satu kesatuan/collaboration
(C)
Prinsip 4: Percaya/trust
(T);
masing-masing pihak harus dapat mempercayai dan dipercaya atau saling percaya
karena tidak mungkin suatu hubungan kerjasama yang intim dibangun di atas
kecurigaan atau saling tidak percaya. Untuk itu tiap pihak dituntut untuk
berani bersikap terbuka/transparant (T)
Prinsip 5: Berbagi/share
(S);
masing-masing harus mampu membagikan diri dan miliknya (time, treasure and talents) untuk mencapai tujuan bersama dan bukan
satu pihak saja yang harus berkorban atau memberikan segalanya sehingga tidak
lagi proporsional. Dalam prinsip berbagi ini juga mengandung arti penyerahan/submit (put under control of another - S) artinya tiap pihak disamping siap
memberi juga siap menerima pendapat orang lain termasuk dikritik
Dari uraian
tersebut di atas jelaslah bahwa untuk melaksanakan kemitraan yang baik tiap
pihak dituntut untuk mengikuti prinsip PACTS (participation, acceptance, communication, trust, sharing) dan untuk
secara efektif dapat menerapkan PACTS tiap pihak harus menerapkan PACTS yang
kedua (punctual, accountable, collaboration, transparant, submit).
Kemitraan semacam inilah yang diharapkan tumbuh dan berkembang setelah disentuh
Paket.
4.
JENJANG KERJASAMA DALAM KEMITRAAN
Jaringan (Networking)
Berbagi
informasi yang dapat membantu mitranya untuk bekerja lebih baik, seperti
pengalaman (best practices),
pelajaran yang disimpulkan dari pengalaman masing-masing, dsb. Beberapa pihak
yang terlibat dalam jaringan ini tidak perlu melakukan satu pekerjaan bersama.
Koordinasi (Coordination)
Berbagi
informasi, melakukan penyesuaian agar dapat mengakomodasi yang lain, agar tidak
bersaing atau konflik, misalnya tidak melakukan kegiatan yang pesertanya sama
dalam waktu yang bersamaan, atau tidak mendudukkan klien/konsumer untuk
terpaksa memilih yang satu terhadap yang lain.
Kooperasi (Cooperation)
Berbagi
informasi, melakukan penyesuaian agar dapat mengakomodasi yang lain dan secara
nyata ada beberapa aspek pekerjaan yang menjadi tanggung jawab masing-masing.
Contohnya dua organisasi yang bekerjasama untuk hanya melakukan satu kali
kunjungan lapangan yang memenuhi tujuan masing-masing. Jadi dapat saja berbagi
sumberdaya, menyamakan agenda, dsb tetapi hasilnya untuk kepentingan
masing-masing.
Kolaborasi (Collaboration)
Berbagi
informasi, melakukan penyesuaian agar dapat mengakomodasi yang lain, beberapa
aspek dari pekerjaan menjadi tanggung jawab masing-masing sesuai bidang
keahlian dan akhirnya berbagi hasil bersama. Dengan kata lain berbagi segalanya
termasuk risiko untuk dapat mencapai hasil bersama yang lebih baik (sinergi)
karena masing-masing tidak mampu mencapai hasil yang ingin dicapai bersama
tersebut. Jadi secara bersama-sama juga bertanggung jawab /akuntabel terhadap
hasil yang dicapai bersama. Kerjasama dalam bentuk kolaborasi inilah yang ingin
dicapai melalui konsep kemitraan dalam Paket
5.
Sinergi
Sinergi
adalah suatu situasi yang terjadi bila suatu kerjasama menghasilkan lebih besar
dari penjumlahan hasil masing-masing pihak bila mengerjakannya sendiri-sendiri
Secara rinci ciri-ciri sinergi dapat
dikatakan sebagai berikut:
·
punya tujuan bersama
·
berorientasi pada hasil bersama
·
hasil bersama lebih besar dari penjumlahan hasil
masing-masing
·
proses pengembangan alternatif ketiga
Untuk
mencapai sinergi ini ada beberapa persyaratan baku sebagai berikut:
·
ada perbedaan atau keragaman
·
hargai perbedaan
·
hindari
berpikir dan bersikap menang-menangan
·
berupaya untuk mengerti lebih dahulu
·
yakini
bersama akan menemukan alternatif ke tiga.
6.
MEMBANGUN HUBUNGAN KEMITRAAN OLEH KOMITE
SEKOLAH
Dalam rangka peningkatan keterlibatan masyarakat dalam
bidang pendidikan di wilayahnya untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia
khususnya di kelurahan/desa miskin, masih diperlukan berbagai upaya, antara
lain:
§ Peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses
perencanaan, pengusulan calon penerima bantuan, dan melakukan kontrol sosial
terhadap pelaksanaan kegiatan.
§ Menempatkan Sekolah, sebagai pelaku sentral dalam pelaksanaan
kegiatan pendidikan diharapkan, yang bersifat inklusif, sehingga institusi pendidikan sekolah ini diharapkan pula
menjadi milik masyarakat (komunitas).
§
Meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas dalam penyelenggaraan pendidikan dan program masyarakat.
Komunitas Sekolah merupakan sekumpulan warga yang terlibat dalam
lingkungan satuan pendidikan secara langsung maupun tidak langsung, dan perlu
mengintegrasikan diri serta menciptakan hubungan – hubungan (ikatan) sosial
untuk mencapai tujuan bersama. Unsur – unsur yang membentuk komunitas sekolah
terdiri dari individu – individu dan kelompok – kelompok dalam satuan
pendidikan, orang tua dan keluarga serta masyarakat di sekitar satuan
pendidikan tersebut.
Yang
ingin dibangun adalah phase kemitraan, bukan sekedar informasi atau satu arah
yang cenderung didominasi oleh salah satu pihak.
|
Tahapan
Proyek
|
||||
Prakarsa & gagasan
|
Perencanaan
|
Pelaksanaan
|
Pemeliharaan
|
||
Tingkat
Pembangunan Partisipaif
|
Swadaya
Manajemen oleh masyarakat
|
Komite Sekolah dan
Masyarakat memprakarsai &
melakukan sendiri
|
Komite Sekolah dan Masyarakat merencanakan & merancang sendiri
|
Komite Sekolah dan Masyarakat melaksanakan sendiri
|
Komite Sekolah dan Masyarakat memelihara sendiri
|
Kemitraan
Berbagi kerja
& pengambilan keputusan
|
Komite Sekolah dan Masyarakat memprakarsai
pekerjaan bersama
|
Komite Sekolah dan Masyarakat merencanakan &
merancang bersama
|
Komite
Sekolah dan Masyarakat melaksanakan bersama
|
Komite Sekolah dan Masyarakat memelihara bersama
|
|
Konsultasi
Menanyakan pendapat
masyarakat
|
Sekolah
memprakarsai setelah konsultasi dgn masy./org tua
|
Sekolah
merencanakan & merancang dgn konsultasi ke masyarakat/Klrga
|
Sekolah melaksanakan dgn konsultasi ke masyarakat
|
Sekolah memelihara dgn konsultasi ke masyarakat
|
|
Informasi
Satu arah, keputusan & pelaksanaan oleh Sekolah
|
Sekolah
memprakarsai pekerjaan
|
Sekolah
& merancang sendiri
|
Sekolah
melaksanakan sendiri
|
Sekolah
memelihara sendiri
|
[1]) Stephen R. Covey, saling kebergantungan
(interdependence) adalah tingkat kedewasaan tertinggi dari Seven Habit Maturity Continum, Seven Habits of the
Highly Effective People, 1994
[2])
PACTS adalah singkatan dari Participation, Acceptance, Communication, Trust,
Sharing. Sedangkan PACTS sebagai satu kata berarti kesepakatan
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment