Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan
Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dengan adanya pendidikan, maka akan timbul dalam diri seseorang
untuk berlomba-lomba dan memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam
segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu syarat untuk lebih
memajukan pemrintah ini, maka usahakan pendidikan mulai dari tingkat
SD sampai pendidikan di tingkat Universitas.
Pada intinya pendidikan itu bertujuan
untuk membentuk karakter seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Akan tetapi disini pendidikan hanya menekankan pada intelektual saja,
dengan bukti bahwa adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan tanpa
melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti anak.
Tujuan Pendidikan
Nasional dalam UUD 1945 (versi Amandemen)
1. Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.”
2. Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Tujuan Pendidikan
Nasional dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003
Jabaran UUD 1945
tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3
menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Tujuan Pendidikan
Menurut UNESCO
Dalam upaya
meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui
peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational,
Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan baik
untuk masa sekarang maupun masa depan, yakni: (1) learning to Know, (2)
learning to do (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Dimana
keempat pilar pendidikan tersebut
menggabungkan tujuan-tujuan IQ, EQ dan SQ.
Tujuan Pendidikan Nasional
Apakah tujuan pendidikan
nasional sudah sinkron dengan Pancasila atau UUD 1945? Agar lebih mendasar, apakah tujuan pendidikan di republik ini sesuai dengan
sasaran hidup manusia itu sendiri?
Ada beberapa tujuan pendidikan yang pernah muncul dalam sejarah. Plato sangat menekankan pendidikan untuk mewujudkan negara idealnya. Ia mengatakan bahwa tugas pendidikan adalah membebaskan dan memperbaharui; lepas dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran.
Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan yang mirip dengan Plato, tetapi ia mengaitkannya dengan tujuan negara. Ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus sama pula dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama dengan tujuan utama konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang berbahagia (eudaimonia).
Ada beberapa tujuan pendidikan yang pernah muncul dalam sejarah. Plato sangat menekankan pendidikan untuk mewujudkan negara idealnya. Ia mengatakan bahwa tugas pendidikan adalah membebaskan dan memperbaharui; lepas dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran.
Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan yang mirip dengan Plato, tetapi ia mengaitkannya dengan tujuan negara. Ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus sama pula dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama dengan tujuan utama konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang berbahagia (eudaimonia).
Tujuan universitas di
Eropah adalah mencari kebenaran.
Pada era Restorasi Meiji
di Jepang, tujuan pendidikan dibuat sinkron dengan tujuan negara;pendidikan dirancang
untuk kepentingan negara.
Bagaimana tujuan pendidikan nasional di republik ini? UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang."
Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Bila dibandingkan dengan undang-undang pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 2/1989, ada kemiripan kecuali berbeda dalam pengungkapan.
Bagaimana tujuan pendidikan nasional di republik ini? UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang."
Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Bila dibandingkan dengan undang-undang pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 2/1989, ada kemiripan kecuali berbeda dalam pengungkapan.
Pada pasal 4 ditulis, "Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan."
Pada Pasal 15, Undang-undang yang sama, tertulis, "Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi."
kebangsaan."
Pada Pasal 15, Undang-undang yang sama, tertulis, "Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi."
Bila dipelajari, di atas kertas tujuan
pendidikan nasional masih sesuai dengan substansi Pancasila, yaitu menjadikan
manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan yang Maha Esa. Namun,
apakah tujuan pendidikan
ini dijabarkan secara
konsisten di
dalam kurikulum pendidikan
dan juga dalam sistem pembelajaran? Jawabannya masih diragukan.
yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan yang Maha Esa. Namun,
apakah tujuan pendidikan
ini dijabarkan secara
konsisten di
dalam kurikulum pendidikan
dan juga dalam sistem pembelajaran? Jawabannya masih diragukan.
TUJUAN,
BATASAN, DAN KEMUNGKINAN PENDIDIKAN
A. Tujuan Pendidikan
Manusia
adalah makhluk yang terus berkembang, baik secara jasmani maupun rohani.
Perkembangan ini bukan sekedar proses alamiah, namun membutuhkan bimbingan
dalam bentuk sebuah pendidikan. Menurut Langeveld pendidikan merupakan proses
pendewasaan seseorang, baik pada jasmani maupun rohani (mental, moral, sosial,
dan emosional). Hal ini berarti bahwa pendidikan harus ada dalam setiap proses
kehidupan. Selama manusia berusaha untuk meningkatkan kehidupannya, baik dalam
bentuk peningkatan dan pengembangan pengetahuan, kepribadian, maupun
keterampilannya, secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah pendidikan
masih berjalan terus.
Tujuan
merupakan faktor utama yang hendak dituju. Dari uraian di atas, bisa
disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan itu adalah “kedewasaan”. Seseorang
dikatakan telah mencapai “kedewasaan” apabila ia telah mampu bertindak dan
bertingkahlaku sesuai dengan kaidah agama serta norma yang berlaku di
masyarakat. Tujuan pendidikan dalam arti sempit adalah bimbingan yang diberikan
orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya.
Maknanya, tujuan pendidikan adalah rumusan tentang apa yang harus dicapai oleh
anak didik, dan tujuan ini merupakan arah bagi seluruh kegiatan pendidikan.
Sedangkan tujuan pendidikan dalam arti luas adalah usaha manusia untuk
meningkatkan kesejahteraan hidupnya sepanjang hayat.
Berdasarkan
ruang lingkup (luas dan sempitnya) tujuan yang ingin dicapai, Langeveld
mengemukakan bahwa jenis-jenis tujuan pendidikan adalah:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum
adalah tujuan akhir yang akan dicapai oleh seseorang melalui pendidikan. Dengan
demikian, apabila tujuan pendidikan adalah kedewasaan, maka semua kegiatan
pendidikan harus tertuju pada kedewasaan agar tujuan umum pendidikan itu dapat
tercapai. Menurut Kohnstamm dan Gunning, tujuan akhir pendidikan adalah
membentuk insan kamil atau manusia sempurna. (Amir Daien,1973) sehingga dapat
dikatakan bahwa tujuan umum/akhir pendidikan ialah membentuk insan kamil yang
dewasa jasmani dan rohaninya baik secara moral, intelektual, sosial, estesis,
dan agama
Contoh:
Seorang guru meminta siswa kelas 1 untuk merapikan crayon dan meja lipat
setelah mewarnai, secara tidak langsung anak telah diajarkan tentang
tanggungjawab. Sikap bertanggungjawab ini akan membentuk sebuah kedewasaan
dalam diri anak.
2. Tujuan Khusus
Tujuan
khusus merupakan pengkhususan dari tujuan umum. Kita tahu bahwa tujuan umum
pendidikan adalah kedewasaan. Kedewasaan disini masih general sifatnya. Banyak
faktor yang membentuk kedewasaan, sehingga dapat dikatakan tujuan khusus dari
pendidikan mencakup segi-segi tertentu. Pengkhususan tujuan ini dapat
disesuaikan dengan kondisi dan situasi tertentu, misalnya disesuaikan dengan:
a. Cita-cita pembangunan suatu
masyarakat/bangsa.
b. Tugas suatu badan atau lembaga
pendidikan.
c. Bakat dan kemampuan anak didik.
d. Kesanggupan-kesanggupan yang ada
pada pendidik.
e. Tingkat pendidikan, dan
sebagainya.
(Umar
Tirtaraharja, dkk,2005:38-39)
3. Tujuan Insidental/sewaktu
Tujuan ini
disebut tujuan seketika/insidental karena tujuan ini timbul secara kebetulan,
secara mendadak dan hanya bersifat sesaat. Tujuan seketika ini meskipun hanya
sesaat, namun ikut andil dalam pencapaian tujuan selanjutnya. Melalui
tujuan-tujuan insidental seperti ini, akan diperoleh pengetahuan dan pengalaman
langsung yang erat hubungannya dengan kehidupan dimasa yang akan datang.
4. Tujuan Sementara
Tujuan
sementara ialah tujuan yang terdapat dalam langkah-langkah untuk mencapai
tujuan umum (merupakan pijakan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi). Dengan
kata lain, tujuan sementara adalah tujuan pendidikan yang dicapai seseorang
pada setiap fase perkembangan. Misalnya saat seorang anak diajarkan untuk dapat
berjalan ia harus mengalami beberapa tahapan dari merangkak, berdiri, berjalan
terpatah-patah sampai akhirnya dia bisa berjalan. Inilah yang disebut tujuan
sementara.
5. Tujuan Tak Lengkap
Tujuan tak
lengkap adalah tujuan yang hanya membahas tentang salah satu aspek pendidikan.
Tujuan ini erat hubungannya dengan aspek-aspek pendidikanyang akan membentuk
aspek-aspek kepribadian manusia, sepertimisalnya aspek-aspek pendidikan yaitu
kecerdasan, moral, sosial,keagamaan, estetika, dan sebagainya.
6. Tujuan Intermedier/perantara
Tujuan
perantara ini merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang
lain. Misalnya saja seseorang yang bersekolah tujuannya adalah akhirnya adalah
lulus, ketika dia naik kelas dari kelas satu ke kelas dua dan dari kelas dua ke
kelas tiga itu merupakan tujuan intermedier/tujuan perantara.
Keenam
tujuan tersebut menurut Langeveld intinya dapat disederhanakan menjadi satu
macam saja, yaitu “tujuan umum” dimana kelima tujuan yang lainnya diarahkan
untuk pencapaian tujuan umum pendidikan yaitu terbentuknya kehidupan sebagai
insan kamil, satu kehidupan dimana ketiga inti hakikat manusia baik sebagai
makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk susila/religius dapat terwujud
secara harmonis.
Hierarki
tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan yang terjabar mulai
dari :
1. Cita-cita nasional/tujuan nasional
(Pembukaan UUD 1945)
2. Tujuan Pendidikan Nasional (dalam
Sistem Pendidikan Nasional),
3. Tujuan Institusional (pada tiap
tingkat pendidikan/sekolah),
4. Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap
bidang studi/mata pelajaran atau kuliah)
5. Tujuan instruksional yang dibagi
menjadi dua yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
Dengan
demikian tampak keterkaitan antara tujuan instruksional yang dicapai guru dalam
pembelajaran dikelas, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang bersumber
dari falsafah hidup yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Manfaat
tujuan dalam pendidikan adalah:
·
Sebagai Arah
Pendidikan, tujuan akan menunjukkan arah dari suatu usaha, sedangkan arah
menunjukkan jalan yang harus ditempuh dari situasi sekarang kepada situasi
berikutnya.
·
Tujuan
sebagai titik akhir, suatu usaha pasti memiliki awal dan akhir. Mungkin saja
ada usaha yang terhenti karena sesuatu kegagalan mencapai tujuan, namun usaha
itu belum bisa dikatakan berakhir. Pada umumnya, suatu usaha dikatakan berakhir
jika tujuan akhirnya telah tercapai.
·
Tujuan
sebagai titik pangkal mencapai tujuan lain, apabila tujuan merupakan titik
akhir dari usaha, maka dasar ini merupakan titik tolaknya, dalam arti bahwa
dasar tersebut merupakan fundamen yang menjadi alas permulaan setiap
usaha.
·
Memberi
nilai pada usaha yang dilakukan
B. Batasan Pendidikan
Dalam
pelaksanaan sebuah pendidikan, ada hal-hal yang membatasi. Batas-batas
Pendidikan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan atau ketidakberdayaan
pendidikan dalam melakukan tugas-tugas pendidikan. Batas-batas yang
mempengaruhi pendidikan tersebut adalah sbb:
1. Pendidik
Pendidik
adalah orang dewasa yang bertanggung jawab membimbing seorang anak untuk
mencapai kedewasaanya. Yang dimaksud pendidik disini adalah orang tua dan guru.
Keduanya memiliki peran yang sama penting dalam membantu proses pencapaian
kedewasaan anak. Orang tua tentu saja memegang peran utama dalam proses ini,
karena orang tua merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak untuk
bertinteraksi dengan pendidikan. Ketika anak berada di sekolah, orang tua
memiliki keterbatasan dalam melakukan pendidikan terhadap anak. Untuk itulah
guru melakukan peran pengganti sebagai orang tua yang akan melaksanakan
pendidikan bagi anak, di sekolah.
2. Aspek pribadi anak didik
Anak didik
adalah sosok manusia/individu. Menurut Abu Ahmadi “Individu adalah orang yang
tidak tergantung pada orang lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang
menentukan diri sendiri dan tidak dapat dipaksa dari luar, mempunyai
sifat-sifat dan keinginan sendiri”. Kondisi inilah yang membatasi sebuah
pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan, sangat tergantung pada
seberapa jauh anak didik mampu menerima pendidikan yang diberikan. Anak didik harus
diakui keberadaannya. Mereka tidak bisa begitu saja diperintah untuk mengikuti
keinginan kita. Kita harus dapat memasuki dunia mereka, sehingga kita
dapat mengetahui apa yang mereka inginkan dan mereka sukai. Dengan demikian
proses pendidikan akan bisa berlangsung dengan baik dan dapat mencapai tujuan
yang diharapkan.
3. Alat pendidikan
Alat
pendidikan merupakan suatu perbuatan atau situasi yang dengan sengaja diadakan
untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Alat pendidikan digunakan untuk
mendidik anak secara pedagogis. Misalnya jika seorang ibu membersihkan dan
merapikan rumah setiap hari dalam rangka memberikan kenyamanan bagi
keluarganya, maka ia telah menyediakan lingkungan pendidikan (keluarga). Jika
ibu ini menggunakan kegiatan membersihkan rumah ini untuk menasehati anaknya
agar menjaga kebersihan karena merupakan bagian dari keimanan, maka memberikan
nasehat merupakan alat pendidikan, dan kondisi rumah yang bersih merupakan alat
bantu pendidikan.
Macam-macam
alat pendidikan jika ditinjau dari wujudnya dapat berupa:
·
Perbuatan
pendidik, dapat berupa teladan, perintah, pujian, teguran, ancaman hukuman.
·
Benda-benda
sebagai alat bantu, seperti meja kursi belajar, papan tulis, penghapus, kapur
tulis, buku, pena, dll.
Penggunaan
Alat Pendidikan
1) Teladan
Teladan
adalah tindakan pendidik yang disengaja untuk ditiru oleh anak didik, denga
maksud melakukan pembiasaan pada anak. Teladan merupakan alat pendidikan yang
utama sebab terikat erat dalam pergaulan dan berlangsung secara wajar. Dalam
pelaksanaannya, pendidik perlu memberitahu anak didik tentang tingkah laku mana
yang harus ditiru dan mana yang tidak dengan cara yang arif bijaksana, agar
anak didik tidak merasa dipaksa. Contoh: guru berpakaian bersih dan rapi, tidak
merokok (terutama di depan anak didik), tidak makan dan minum sambil berdiri,
tidak tertawa terbahak-bahak di depan anak didik, dll.
2) Perintah
Perintah
adalah tindakan pendidik menyuruh anak didik melakukan sesuatu (yang
diharapkan) untuk mencapai tujuan tertentu. Perintah ini lahir dari pemahaman
pendidik terhadap keadaan anak didik dan niat untuk membantu anak didik.
Perintah merupakan kelanjutan dari teladan yang tidak atau belum dituruti oleh
anak didik. Contoh: Guru selalu membuang sampah pada tempatnya. Suatu saat guru
melihat salah satu siswa yang membuang plastik bungkus makanan dari jendela
kelas. Guru lalu menyuruh siswa tersebut untuk mengambil kembali sampah
tersebut dan membuangnya di tempat sampah. Usahakan agar siswa menerima
perintah secara positif, bukan karena dipaksa melainkan karena alasan yang
rasional.
3) Larangan
Larangan
adalah tindakan pendidik menyuruh anak didik untuk tidak melakukan atau
menghindari tingkah laku (tertentu) demi tercapainya tujuan pendidikan.
Larangan ini merupakan reaksi atas tingkah laku orang dewasa (yang tidak
sepantasnya) ditiru oleh anak didik. Atau reaksi bagi perilaku menyimpang anak
didik dari kaidah agama dan norma/etika berperilaku yang baik. Usahakan untuk
memberikan alasan yang jelas ketika menyampaikan larangan, sehingga segala
sesuau dapat diterima dengan baik oleh anak didik.
Contoh: guru
melarang siswa merokok. Larangan ini diberikan karena tingkah laku tersebut
tidak pantas ditiru dan dapat merugikan anak.
4) Pujian/hadiah
Pujian/hadiah
adalah tindakan pendidik yang berfungsi memperkuat penguasaan tujuan pendidikan
tertentu yang telah dicapai oleh anak didik. Tindakan ini merupakan pengakuan
setuju terhadap apa yang telah dilakukan dan dicapai oleh anak didik. Pujian
dan hadiah harus diberikan pada saat yang tepat, yaitu segera setelah anak
didik melakukan suatu keberhasilan (jangan ditunda). Jangan diberikan sebagai
janji, karena hal ini akan dijadikan sebagai tujuan kegiatan.
5) Teguran
Teguran
merupakan tindakan pendidik untuk mengoreksi pencapaian tujuan pendidikan oleh
anak didik. Biasanya teguran digunakan apabila anak didik tidak atau kurang
baik dalam bertingkah laku belum mengikuti perintah/larangan. Teguran perlu
disertai dengan usaha menyadarkan anak didik akan ketidaktepatannya dalam
bertingkah laku, sehingga anak didik dapat menerima teguran secara sukarela.
6) Ancaman
Ancaman
adalah tindakan pendidik mengoreksi secara keras tingkah laku anak didik yang
tidak sesuai harapan, dengan disertai perjanjian jika terulang lagi akan diberi
hukuman. Ancaman merupakan tindak lanjut dari teguran. Pada umumnya, ancaman
akan menimbulkan ketakutan. Anak didik dapat menerima ancaman tersebut karena
mengerti, atau karena takut. Anak didik juga dapat menolak ancaman tersebut
karena tidak mau dipaksa. Usahakan agar ancaman ini digunakan pada saat yang
tepat, misalnya untuk pelanggaran berulang dan cukup berat. Sebaiknya jangan
terlalu sering menggunakan alat ini.
7) Hukuman
Hukuman
adalah tindakan pendidik terhadap anak didik karena melakukan kesalahan.
Hukuman dimaksudkan untuk memberikan efek jera, sehingga anak didik diharapkan
tidak melakukan kesalahan lagi. Hukuman merupakan alat pendidikan istimewa
sebab membuat anak didik menderita. Berat ringannya hukuman tergantung pada
tujuan yang hendak dicapai dan keadaan anak didik. Hukuman dapat berbentuk
hukuman fisik, hukuman perasaan (diejek, dipermalukan, dimaki, dll) atau pun
hukuman intelektual. Sebaiknya jangan menggunakan hukuman fisik atau hukuman
perasaan, karena dapat mengganggu hubungan kasih sayang antara pendidik dan anak
didik. Biasakanlah untuk menggunakan hukuman intelektual artinya anak didik
diberi kegiatan tertentu sebagai hukuman berdasarkan alasan bahwa kegiatan itu
akan langsung membawanya pada perbaikan hasil belajarnya.
4. Waktu pelaksanaan
Pada saat
anak usia dini, hubungan anak dengan pendidik belum disebut sebagai kegiatan
pendidikan melainkan baru dalam proses/taraf pembiasaan. Karena anak usia dini
masih bersifat serba menerima, mereka belum memahami apa itu perintah, aturan,
norma dan lain sebagainya. Kegiatan pembiasaan tersebut merupakan langkah awal
yang dilakukan oleh pendidik untuk mencapai kedewasaan seorang anak atau
disebut juga dengan pendidikan pendahuluan. Perbedaan pendidikan pendahuluan
dengan pendidikan sebenarnya adalah ketika terjadi hubungan wibawa antara
pendidik dan anak didik. Jadi pendidikan yang sebenarnya bukan merupakan
kebiasaan melainkan terjadi ketika hubungan wibawa itu ada, ketika anak telah
mampu menerima petunjuk dan perintah bukan hanya atas dasar ikut-ikutan atau
meniru orang lain.
5. Aspek tujuan
Tujuan
pendidikan adalah mengantarkan anak untuk mencapai kedewasaan. Tujuan
pendidikan dibagi kedalam 2 tujuan, secara mikro dan makro. Tujuan pendidikan
secara mikro adalah untuk menjadikan anak didik menjadi dewasa. Sedangkan secara
makro yaitu menyiapkan manusia supaya lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadi
dan bangsanya. Anak dikatakan mencapai kedewasaannya apabila dia sudah bisa dan
mampu berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain baik secara biologis,
psikologis, ekonomi dan sosial.
6.
Aspek lingkungan
Lingkungan
tempat dimana kita bertempat tinggal dan mendapatkan pendidikan merupakan
lingkungan pendidikan. Lingkungan disekitar anak dapat dibedakan menjadi 4
macam:
v Lingkungan alam fisik
Lingkungan
ini merupakan lingkungan berupa alam disekitar kita seperti tumbuhan, hewan,
udara, rumah dan lain-lain.
v Lingkungan budaya, berupa kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, adat
istiadat, bahasa, seni dan lain-lain.
v Lingkungan sosial, berupa hubungan interaksi antar individu yang hidup
bermasyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain, tyermasuk didalamnya
tentang sikap, perilaku, norma antar setiap individu.
v Lingkungan spiritual, berupa lingkungan agama, keyakinan yang dianut
masyarakat yang ada disekitar kehidupan dia.
Manakala
faktor-faktor tersebut, ada yang tidak mendukung, maka disitulah sering terjadi
kendala bagi diberlangsungkannya proses pendidikan. Sebagai contoh bakat dan
minat anak yang tidak ada pada suatu bidang ajar, atau intelejensi anak yang
rendah untuk materi ajar yang memerlukan kecerdasan, atau kondisi fisik anak
yang tidak mendukung untuk mata ajar yang memerlukan kesempurnaan fisik, atau
psikis anak yang labil, atau back ground anak dari keluarga yang tidak mampu,
broken home, berasal dari masyarakat yang tidak peduli terhadap pendidikan,
atau lingkungan sekolah yang diselenggarakan berada jauh dibawah ukuran
standard (baik manajemen, pembelajaran dan fasilitasnya), maka semuanya itu
menjadi pembatas bagi dilangsungkannya pendidikan bagi anak tersebut.
C. Kemungkinan dan Keharusan Pendidikan
Kemungkinan
dan keharusan pendidikan adalah hal-hal yang menyebabkan dimungkinkan dan
diharuskannya pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Anak manusia telah diakui
oleh para ahli berbagai pakar disiplin ilmu yang berbeda, memiliki potensi
untuk kemungkinan dididik dan bahkan menjadikannya harus dididik, umpamanya :
Ø Filsafat
Pakar Filsafat menilai manusia sebagai Homo Sapien, makhluk yang memiliki akal, karenanya dia mungkin dan harus dididik agar dapat berkembang kearah yang diinginkan.
Ø Sosiologi
Pakar sosiologi menganggap manusia sebagai Homo socius, yakni makhluk yang punya keinginan untuk hidup bersama. Dengan kebersamaan ini dimungkinkannya terjadi proses transfer nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan. Karenanya dengan potensi ini manusia dimungkinkan untuk dididik. Dasar kehidupan sosial adalah karena adanya kebutuhan. Agar kehidupan sosial itu berjalan dengan baik dan langgeng, maka diperlukan adanya nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan dalam memenuhi kebutuhan itu, sehingga memang manusia harus dididik.
Ø Psikologi
Dalam pandangan psikologi, bahwa manusia bukan hanya terdiri bentuk lahir dengan panca inderanya saja, tapi juga memiliki aspek psikis dengan berbagai demensinya, seperti emosi, intelegensi, konasi, imajinasi (daya khayal), dll. Yang semua itu memungkinkan dan mengharuskan manusia untuk dididik, sehingga dapat berkembang menjadi manusia yang sempurna bukan hanya aspek pisik tapi juga aspek psikisnya.
Ø Antropologi
Dalam pandangan antropologi manusia adalah makhluk yang berbudaya, karena manusia mempunyai akal dan rasa keingintahuan dan punya kemampuan pisik untuk mengembangkannya. Potensi akal dan keingintahuan serta kemampuan untuk mengembangkan ini adalah potensi yang menyebabkan manusia mungkin dan harus didik, sehingga budaya manusia terus berkembang kearah kesempurnaan.
Ø Psikologi Agama
Dalam pandangan psikologi agama, manusia adalah human religious, atau mahkluk yang memiliki potensi beragama. Potensi ini dapat menjadi dasar bagi dimungkinkannya manusia dididik dan adalah merupakan suatu keharussan untuk mendidiknya agar menjadi manusia yang beragama secara benar.
Ø Agama Islam
Sebagai sebuah agama yang universal, Islam memandang manusia (anak) sebagai makhluk yang memiliki tiga unsur pokok, yaitu tubuh, hayat dan jiwa. Tubuh bersifat materi, tidak kekal dan dapat hancur, hayat yang berarti hidup, akan hancur bersama dengan datangnya kematian, sedangkan jiwa bersifat kekal. Berbeda dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan, “mereka mempunyai jiwa, tapi eksistensi jiwa di sini terikat dengan tubuh yang bersifat materi, karenanya jika makhluk yang bersangkutan mati, jiwanya pun ikut hancur” karena jiwa yang dimaksud di sini oleh sebahagian kalangan filofof Islam adalah hayat yang berarti hidup. Manusia dipandang dalam islam sebagai makhluk yang termulia diantara makhluk-makhluk Allah yang lain.
ALIRAN-ALIRAN DALAM PENDIDIKAN
Pakar Filsafat menilai manusia sebagai Homo Sapien, makhluk yang memiliki akal, karenanya dia mungkin dan harus dididik agar dapat berkembang kearah yang diinginkan.
Ø Sosiologi
Pakar sosiologi menganggap manusia sebagai Homo socius, yakni makhluk yang punya keinginan untuk hidup bersama. Dengan kebersamaan ini dimungkinkannya terjadi proses transfer nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan. Karenanya dengan potensi ini manusia dimungkinkan untuk dididik. Dasar kehidupan sosial adalah karena adanya kebutuhan. Agar kehidupan sosial itu berjalan dengan baik dan langgeng, maka diperlukan adanya nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan dalam memenuhi kebutuhan itu, sehingga memang manusia harus dididik.
Ø Psikologi
Dalam pandangan psikologi, bahwa manusia bukan hanya terdiri bentuk lahir dengan panca inderanya saja, tapi juga memiliki aspek psikis dengan berbagai demensinya, seperti emosi, intelegensi, konasi, imajinasi (daya khayal), dll. Yang semua itu memungkinkan dan mengharuskan manusia untuk dididik, sehingga dapat berkembang menjadi manusia yang sempurna bukan hanya aspek pisik tapi juga aspek psikisnya.
Ø Antropologi
Dalam pandangan antropologi manusia adalah makhluk yang berbudaya, karena manusia mempunyai akal dan rasa keingintahuan dan punya kemampuan pisik untuk mengembangkannya. Potensi akal dan keingintahuan serta kemampuan untuk mengembangkan ini adalah potensi yang menyebabkan manusia mungkin dan harus didik, sehingga budaya manusia terus berkembang kearah kesempurnaan.
Ø Psikologi Agama
Dalam pandangan psikologi agama, manusia adalah human religious, atau mahkluk yang memiliki potensi beragama. Potensi ini dapat menjadi dasar bagi dimungkinkannya manusia dididik dan adalah merupakan suatu keharussan untuk mendidiknya agar menjadi manusia yang beragama secara benar.
Ø Agama Islam
Sebagai sebuah agama yang universal, Islam memandang manusia (anak) sebagai makhluk yang memiliki tiga unsur pokok, yaitu tubuh, hayat dan jiwa. Tubuh bersifat materi, tidak kekal dan dapat hancur, hayat yang berarti hidup, akan hancur bersama dengan datangnya kematian, sedangkan jiwa bersifat kekal. Berbeda dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan, “mereka mempunyai jiwa, tapi eksistensi jiwa di sini terikat dengan tubuh yang bersifat materi, karenanya jika makhluk yang bersangkutan mati, jiwanya pun ikut hancur” karena jiwa yang dimaksud di sini oleh sebahagian kalangan filofof Islam adalah hayat yang berarti hidup. Manusia dipandang dalam islam sebagai makhluk yang termulia diantara makhluk-makhluk Allah yang lain.
ALIRAN-ALIRAN DALAM PENDIDIKAN
Aliran-aliran
yang biasa digunakan oleh beberapa ahli pendidikan sebagai pendekatan dalam
menilai faktor-faktor yang mempengaruhi proses perubahan atau perkembangan
manusia adalah:
1. Aliran Nativisme
Nativisme
adalah suatu doktrin filosofis yang berpengaruh besar dalam pemikiran
psikologis. Tokoh utamanya Arthur Schopenhaur (1788-1860) seorang filosuf
berkebangsaan Jerman. Aliran ini berpandangan bahwa yang mempengaruhi
perkembangan manusia adalah faktor keturunan dan pembawaan atau sifat-sifat
yang dibawanya sejak lahir. Pendidikan dan pengalaman hidup lainnya tidak dapat
mengubah sifat-sifat keturunan/pembawaaan manusia. Usaha-usaha mendidik dalam
pandangan aliran ini merupakan usaha yang sia-sia. Karena pandangan pesimis
ini, maka aliran ini dalam dunia pendidikan disebut “Pesimesme pedagogis.”
Secara
singkat keturunan diartikan semua sifat-sifat atau ciri-ciri yang melekat pada
seorang anak yang merupakan regenerasi dari orang tuanya. Sedangkan pembawaan
adalah seluruh kemungkinan atau potensi-potensi yang terdapat pada seseorang
yang perkembangannya bisa direalisasikan atau sering disebut dengan bakat. Pengaruh
faktor keturunan terhadap pembentukan manusia sampai saat ini masih menjadi
polemik. Ada yang setuju ada yang tidak setuju dan ada pula yang netral. Mereka
mengakui tentang pengaruh faktor keturunan terhadap aspek jasmani (tubuh/badan)
manusia dan akalnya. Tetapi mereka tidak menerima faktor keturunan dapat
mempengaruhi sifat akhlak (moral) dan kebiasaan sosial. Aliran Nativisme ini
beranggapan bahwa tidak adanya ruang bagi pendidikan untuk mempengaruhi
perubahan manusia karena aliran ini berkeyakinan bahwa satu-satunya faktor yang
dapat mempengaruhi hanya faktor pembawaan atau faktor keturunan.
2. Aliran Naturalisme
Aliran ini
hampir sama dengan aliran nativisme. Nature artinya alam atau apa yang dibawa
sejak lahir. Aliran ini berpendapat bahwa pada dasarnya semua anak (manusia)
adalah baik. Meskipun aliran ini percaya dengan kebaikan awal manusia, aliran
ini tidak menafikan peranan dan pengaruh lingkungan atau pendidikan.
Pendidikkan yang baik akan mengantarkan terciptanya manusia yang baik. Sebaliknya
pendidikan dan lingkungan yang jelek akan berakibat manusia menjadi jelek juga.
J. Rooseau
sebagai tokoh aliran ini mengatakan, “semua anak adalah baik pada saat
dilahirkan, tetapi menjadi rusak di tangan manusia”. Oleh karena itu dia
mengajukan pendapat agar pendidikan anak menggunakan sistem “pendidikan alam”.
Artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang menurut alamnya. Manusia
dan masyarakat jangan terlalu ikut mencampurinya.
3. Aliran Empirisme
Aliran
emperisme berlawanan dengan aliran nativisme. Kalau dalam nativisme pembawaan
atau keturunan menjadi faktor penentu yang mempengaruhi perkembangan manusia,
maka dalam emperisme yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah lingkungan
dan pengalaman pendidikannya.
Lingkungan
menurut Zakiyah Daradjat dalam arti yang luas mencakup iklim dan geografis,
tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan kata
lain lingkungan adalah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam
kehidupan yang senantiasa berkembang. Ia adalah seluruh yang ada, baik manusia
atau benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, kejadian-kejadian atau
hal-hal yang mempunyai hubungan dengan manusia. Sejauh manakah manusia
berinteraksi dengan lingkungan, sejauh itulah terbuka peluang masuknya pengaruh
pendidikan kepadanya.
Secara
eksplisit aliran emperisme menekankan betapa peran lingkungan dan pengalaman
pendidikan sangat besar dalam mengubah atau mengembangkan manusia dan setiap
anak bisa dibentuk sesuai dengan kepentingan dan arahan lingkungan. Pendapat
kaum emperis yang optimis ini, di dalam dunia pendidikan dikenal dengan “optimisme pedagogis”.
Doktrin
mendasar yang masyhur dalam aliran emperisme adalah teori “tabula rasa”, sebuah
istilah latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank
slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman,
lingkungan dan pendidikan. Dalam arti perkembangan manusia tergantung pada
lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak
lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.
Dalam hal
ini, para penganut emperisme menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa,
dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa
anak kelak tergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.
Nabi
Muhammad SAW : bersabda :
“Semua anak
dilahirkan dalam keadaan suci, ibu dan bapaknya yang akan menentukan apakah
anak tersebut akan menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi” (HR. Bukhari).
Sukar untuk
tidak menyakini bahwa lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
proses pembentukan manusia. Lingkungan akan menentukan perilaku dan moral
manusia. Seorang anak yang tinggal dalam kondisi sosial masyarakat yang tidak
teratur, kemampuan ekonomi di bawah rata-rata, lingkungan alam yang kumuh tanpa
fasilitas-fasilitas umum yang memadai seperti sarana ibadah, sarana olah raga
dan lain-lain, kondisi seperti itu akan menyuburkan pertumbuhan anak-anak nakal
dan kurang bermoral. Untuk anak yang hidup dalam lingkungan ini, maka tidak
cukup alasan untuk tidak menjadi brutal, apalagi jika orang tuanya kurang
peduli dengan perkembangan anaknya.
Bagi aliran
ini, pembentukan moral dan prilaku manusia akan sangat tergantung pada kondisi
lingkungannya. Lingkungan yang baik (bermoral) tempat di mana anak-anak
melakukan interaksi akan terpengaruh pada terciptana anak-anak yang berprilaku
dan bermoral baik. Demikian pula lingkungan yang tidak baik akan menciptakan
anak-anak yang bermoral tidak baik.
4. Aliran Konvergensi
Munculnya
aliran konvergensi merupakan respon terhadap pertentangan antara dua aliran
ekstrim nativisme dan emperisme. Konvergensi berusaha untuk mengkompromikan
arti penting aspek keturunan pada satu sisi dan aspek lingkungan di sisi yang
lain sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia. Tokoh aliran ini,
Louis William Sterm, seorang psikolog Jerman (1871-1938).
Dalam
menetapkan faktor yang mempengaruhi manusia, aliran ini tidak hanya berpegang
pada lingkungan, pengalaman/pendidikan saja, tetapi juga mempercayai faktor
keturunan. Konvergensi memposisikan pembawaan dan lingkungan dalam posisi yang
sama-sama penting. Pembawaan tidak mempunyai arti apa-apa terhadap perkembangan
manusia jika tidak didukung oleh kondisi lingkungan yang memadai. Demikian pula
lingkungan dan pengalaman tanpa adanya bakat pembawaan tidak akan mampu
mengembangkan manusia sesuai dengan harapan. Bagi aliran konvengensi, keturunan
dan lingkungan sama-sama mempunyai peran dan andil dalam perkembangan manusia.
)*Disarikan
dari berbagai sumber
PPT pertemuan ini dapat d klik di
sini http://www.slideshare.net/irasafaghira/tujuan-batas-kemungkinan-pendidikan
Atau : http://irasaffaghira.blogspot.com/2013/11/tujuan-batasan-dan-kemungkinan.html
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment