TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL, BATASAN, DAN KEMUNGKINAN PENDIDIKAN

Bookmark and Share
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dengan adanya pendidikan, maka akan timbul dalam diri seseorang untuk berlomba-lomba dan memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu syarat untuk lebih memajukan pemrintah ini, maka usahakan pendidikan mulai dari tingkat SD sampai pendidikan di tingkat Universitas.
Pada intinya pendidikan itu bertujuan untuk membentuk karakter seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi disini pendidikan hanya menekankan pada intelektual saja, dengan bukti bahwa adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan tanpa melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti anak.
 


Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional dalam UUD 1945 (versi Amandemen)
1.     Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
2.     Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Tujuan Pendidikan Menurut UNESCO
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan, yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Dimana keempat pilar pendidikan tersebut menggabungkan tujuan-tujuan IQ, EQ dan SQ.

Tujuan Pendidikan Nasional
Apakah tujuan pendidikan nasional sudah sinkron dengan Pancasila atau UUD 1945? Agar lebih mendasar, apakah tujuan pendidikan di republik ini sesuai dengan sasaran hidup manusia itu sendiri? 

Ada beberapa tujuan pendidikan yang pernah muncul dalam sejarah. Plato sangat menekankan pendidikan untuk mewujudkan negara idealnya.
 Ia mengatakan bahwa tugas pendidikan adalah membebaskan dan memperbaharui; lepas dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran. 

Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan yang mirip dengan Plato, tetapi ia mengaitkannya dengan tujuan negara.
 Ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus sama pula dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama dengan tujuan utama konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang berbahagia (eudaimonia).
http://www.putra-putri-indonesia.com/images/readingnew.jpg
Tujuan universitas di Eropah adalah mencari kebenaran.
Pada era Restorasi Meiji di Jepang, tujuan pendidikan dibuat sinkron dengan tujuan negara;pendidikan dirancang untuk kepentingan negara.

Bagaimana tujuan pendidikan nasional di republik ini? UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang."
 

Pasal 31, ayat 5
 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."

Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."

Bila dibandingkan dengan undang-undang pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 2/1989, ada kemiripan kecuali berbeda dalam pengungkapan.
Pada pasal 4 ditulis, "Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan 
kebangsaan."
 

Pada Pasal 15, Undang-undang yang sama, tertulis, "Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi."
Bila dipelajari, di atas kertas tujuan pendidikan nasional masih sesuai dengan substansi Pancasila, yaitu menjadikan manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan yang Maha Esa. Namun, 

apakah tujuan pendidikan
ini dijabarkan secara
konsisten di
dalam kurikulum pendidikan
dan juga dalam sistem pembelajaran? Jawabannya masih diragukan.







TUJUAN, BATASAN, DAN KEMUNGKINAN PENDIDIKAN
A. Tujuan Pendidikan
Manusia adalah makhluk yang terus berkembang, baik secara jasmani maupun rohani. Perkembangan ini bukan sekedar proses alamiah, namun membutuhkan bimbingan dalam bentuk sebuah pendidikan. Menurut Langeveld pendidikan merupakan proses pendewasaan seseorang, baik pada jasmani maupun rohani (mental, moral, sosial, dan emosional). Hal ini berarti bahwa pendidikan harus ada dalam setiap proses kehidupan. Selama manusia berusaha untuk meningkatkan kehidupannya, baik dalam bentuk peningkatan dan pengembangan pengetahuan, kepribadian, maupun keterampilannya, secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah pendidikan masih berjalan terus. 

Tujuan merupakan faktor utama yang hendak dituju. Dari uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan itu adalah “kedewasaan”. Seseorang dikatakan telah mencapai “kedewasaan” apabila ia telah mampu bertindak dan bertingkahlaku sesuai dengan kaidah agama serta norma yang berlaku di masyarakat. Tujuan pendidikan dalam arti sempit adalah bimbingan yang diberikan orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Maknanya, tujuan pendidikan adalah rumusan tentang apa yang harus dicapai oleh anak didik, dan tujuan ini merupakan arah bagi seluruh kegiatan pendidikan. Sedangkan tujuan pendidikan dalam arti luas adalah usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya sepanjang hayat.

Berdasarkan ruang lingkup (luas dan sempitnya) tujuan yang ingin dicapai, Langeveld mengemukakan bahwa jenis-jenis tujuan pendidikan adalah:

1. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan akhir yang akan dicapai oleh seseorang melalui pendidikan. Dengan demikian, apabila tujuan pendidikan adalah kedewasaan, maka semua kegiatan pendidikan harus tertuju pada kedewasaan agar tujuan umum pendidikan itu dapat tercapai. Menurut Kohnstamm dan Gunning, tujuan akhir pendidikan adalah membentuk insan kamil atau manusia sempurna. (Amir Daien,1973) sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan umum/akhir pendidikan ialah membentuk insan kamil yang dewasa jasmani dan rohaninya baik secara moral, intelektual, sosial, estesis, dan agama 
Contoh: Seorang guru meminta siswa kelas 1 untuk merapikan crayon dan meja lipat setelah mewarnai, secara tidak langsung anak telah diajarkan tentang tanggungjawab. Sikap bertanggungjawab ini akan membentuk sebuah kedewasaan dalam diri anak.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan pengkhususan dari tujuan umum. Kita tahu bahwa tujuan umum pendidikan adalah kedewasaan. Kedewasaan disini masih general sifatnya. Banyak faktor yang membentuk kedewasaan, sehingga dapat dikatakan tujuan khusus dari pendidikan mencakup segi-segi tertentu. Pengkhususan tujuan ini dapat disesuaikan dengan kondisi dan situasi tertentu, misalnya disesuaikan dengan:
a. Cita-cita pembangunan suatu masyarakat/bangsa.
b. Tugas suatu badan atau lembaga pendidikan.
c. Bakat dan kemampuan anak didik.
d. Kesanggupan-kesanggupan yang ada pada pendidik. 
e. Tingkat pendidikan, dan sebagainya. 
(Umar Tirtaraharja, dkk,2005:38-39) 

3. Tujuan Insidental/sewaktu
Tujuan ini disebut tujuan seketika/insidental karena tujuan ini timbul secara kebetulan, secara mendadak dan hanya bersifat sesaat. Tujuan seketika ini meskipun hanya sesaat, namun ikut andil dalam pencapaian tujuan selanjutnya. Melalui tujuan-tujuan insidental seperti ini, akan diperoleh pengetahuan dan pengalaman langsung yang erat hubungannya dengan kehidupan dimasa yang akan datang.

4. Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang terdapat dalam langkah-langkah untuk mencapai tujuan umum (merupakan pijakan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi). Dengan kata lain, tujuan sementara adalah tujuan pendidikan yang dicapai seseorang pada setiap fase perkembangan. Misalnya saat seorang anak diajarkan untuk dapat berjalan ia harus mengalami beberapa tahapan dari merangkak, berdiri, berjalan terpatah-patah sampai akhirnya dia bisa berjalan. Inilah yang disebut tujuan sementara.

5. Tujuan Tak Lengkap
Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya membahas tentang salah satu aspek pendidikan. Tujuan ini erat hubungannya dengan aspek-aspek pendidikanyang akan membentuk aspek-aspek kepribadian manusia, sepertimisalnya aspek-aspek pendidikan yaitu kecerdasan, moral, sosial,keagamaan, estetika, dan sebagainya.

6. Tujuan Intermedier/perantara
Tujuan perantara ini merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain. Misalnya saja seseorang yang bersekolah tujuannya adalah akhirnya adalah lulus, ketika dia naik kelas dari kelas satu ke kelas dua dan dari kelas dua ke kelas tiga itu merupakan tujuan intermedier/tujuan perantara.

Keenam tujuan tersebut menurut Langeveld intinya dapat disederhanakan menjadi satu macam saja, yaitu “tujuan umum” dimana kelima tujuan yang lainnya diarahkan untuk pencapaian tujuan umum pendidikan yaitu terbentuknya kehidupan sebagai insan kamil, satu kehidupan dimana ketiga inti hakikat manusia baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk susila/religius dapat terwujud secara harmonis.

Hierarki tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan yang terjabar mulai dari :
1. Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD 1945)
2. Tujuan Pendidikan Nasional (dalam Sistem Pendidikan Nasional),
3. Tujuan Institusional (pada tiap tingkat pendidikan/sekolah),
4. Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap bidang studi/mata pelajaran atau kuliah)
5. Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.

Dengan demikian tampak keterkaitan antara tujuan instruksional yang dicapai guru dalam pembelajaran dikelas, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari falsafah hidup yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Manfaat tujuan dalam pendidikan adalah:

·                     Sebagai Arah Pendidikan, tujuan akan menunjukkan arah dari suatu usaha, sedangkan arah menunjukkan jalan yang harus ditempuh dari situasi sekarang kepada situasi berikutnya.  
·                     Tujuan sebagai titik akhir, suatu usaha pasti memiliki awal dan akhir. Mungkin saja ada usaha yang terhenti karena sesuatu kegagalan mencapai tujuan, namun usaha itu belum bisa dikatakan berakhir. Pada umumnya, suatu usaha dikatakan berakhir jika tujuan akhirnya telah tercapai. 
·                     Tujuan sebagai titik pangkal mencapai tujuan lain, apabila tujuan merupakan titik akhir dari usaha, maka dasar ini merupakan titik tolaknya, dalam arti bahwa dasar tersebut merupakan fundamen yang menjadi alas permulaan setiap usaha. 
·                     Memberi nilai pada usaha yang dilakukan 


B. Batasan Pendidikan
Dalam pelaksanaan sebuah pendidikan, ada hal-hal yang membatasi. Batas-batas Pendidikan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan atau ketidakberdayaan pendidikan dalam melakukan tugas-tugas pendidikan. Batas-batas yang mempengaruhi pendidikan tersebut adalah sbb:

1. Pendidik
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab membimbing seorang anak untuk mencapai kedewasaanya. Yang dimaksud pendidik disini adalah orang tua dan guru. Keduanya memiliki peran yang sama penting dalam membantu proses pencapaian kedewasaan anak. Orang tua tentu saja memegang peran utama dalam proses ini, karena orang tua merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak untuk bertinteraksi dengan pendidikan. Ketika anak berada di sekolah, orang tua memiliki keterbatasan dalam melakukan pendidikan terhadap anak. Untuk itulah guru melakukan peran pengganti sebagai orang tua yang akan melaksanakan pendidikan bagi anak, di sekolah. 

2. Aspek pribadi anak didik
Anak didik adalah sosok manusia/individu. Menurut Abu Ahmadi “Individu adalah orang yang tidak tergantung pada orang lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang menentukan diri sendiri dan tidak dapat dipaksa dari luar, mempunyai sifat-sifat dan keinginan sendiri”. Kondisi inilah yang membatasi sebuah pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan, sangat tergantung pada seberapa jauh anak didik mampu menerima pendidikan yang diberikan. Anak didik harus diakui keberadaannya. Mereka tidak bisa begitu saja diperintah untuk mengikuti keinginan kita.  Kita harus dapat memasuki dunia mereka, sehingga kita dapat mengetahui apa yang mereka inginkan dan mereka sukai. Dengan demikian proses pendidikan akan bisa berlangsung dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

3. Alat pendidikan
Alat pendidikan merupakan suatu perbuatan atau situasi yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Alat pendidikan digunakan untuk mendidik anak secara pedagogis. Misalnya jika seorang ibu membersihkan dan merapikan rumah setiap hari dalam rangka memberikan kenyamanan bagi keluarganya, maka ia telah menyediakan lingkungan pendidikan (keluarga). Jika ibu ini menggunakan kegiatan membersihkan rumah ini untuk menasehati anaknya agar menjaga kebersihan karena merupakan bagian dari keimanan, maka memberikan nasehat merupakan alat pendidikan, dan kondisi rumah yang bersih merupakan alat bantu pendidikan.

Macam-macam alat pendidikan jika ditinjau dari wujudnya dapat berupa:
·                     Perbuatan pendidik, dapat berupa teladan, perintah, pujian, teguran, ancaman hukuman.
·                     Benda-benda sebagai alat bantu, seperti meja kursi belajar, papan tulis, penghapus, kapur tulis, buku, pena, dll.


Penggunaan Alat Pendidikan

1) Teladan
Teladan adalah tindakan pendidik yang disengaja untuk ditiru oleh anak didik, denga maksud melakukan pembiasaan pada anak. Teladan merupakan alat pendidikan yang utama sebab terikat erat dalam pergaulan dan berlangsung secara wajar. Dalam pelaksanaannya, pendidik perlu memberitahu anak didik tentang tingkah laku mana yang harus ditiru dan mana yang tidak dengan cara yang arif bijaksana, agar anak didik tidak merasa dipaksa. Contoh: guru berpakaian bersih dan rapi, tidak merokok (terutama di depan anak didik), tidak makan dan minum sambil berdiri, tidak tertawa terbahak-bahak di depan anak didik, dll.

2) Perintah
Perintah adalah tindakan pendidik menyuruh anak didik melakukan sesuatu (yang diharapkan) untuk mencapai tujuan tertentu. Perintah ini lahir dari pemahaman pendidik terhadap keadaan anak didik dan niat untuk membantu anak didik. Perintah merupakan kelanjutan dari teladan yang tidak atau belum dituruti oleh anak didik. Contoh: Guru selalu membuang sampah pada tempatnya. Suatu saat guru melihat salah satu siswa yang membuang plastik bungkus makanan dari jendela kelas. Guru lalu menyuruh siswa tersebut untuk mengambil kembali sampah tersebut dan membuangnya di tempat sampah. Usahakan agar siswa menerima perintah secara positif, bukan karena dipaksa melainkan karena alasan yang rasional.

3) Larangan
Larangan adalah tindakan pendidik menyuruh anak didik untuk tidak melakukan atau menghindari tingkah laku (tertentu) demi tercapainya tujuan pendidikan. Larangan ini merupakan reaksi atas tingkah laku orang dewasa (yang tidak sepantasnya) ditiru oleh anak didik. Atau reaksi bagi perilaku menyimpang anak didik dari kaidah agama dan norma/etika berperilaku yang baik. Usahakan untuk memberikan alasan yang jelas ketika menyampaikan larangan, sehingga segala sesuau dapat diterima dengan baik oleh anak didik.
Contoh: guru melarang siswa merokok. Larangan ini diberikan karena tingkah laku tersebut tidak pantas ditiru dan dapat merugikan anak.

4) Pujian/hadiah
Pujian/hadiah adalah tindakan pendidik yang berfungsi memperkuat penguasaan tujuan pendidikan tertentu yang telah dicapai oleh anak didik. Tindakan ini merupakan pengakuan setuju terhadap apa yang telah dilakukan dan dicapai oleh anak didik. Pujian dan hadiah harus diberikan pada saat yang tepat, yaitu segera setelah anak didik melakukan suatu keberhasilan (jangan ditunda). Jangan diberikan sebagai janji, karena hal ini akan dijadikan sebagai tujuan kegiatan. 

5) Teguran
Teguran merupakan tindakan pendidik untuk mengoreksi pencapaian tujuan pendidikan oleh anak didik. Biasanya teguran digunakan apabila anak didik tidak atau kurang baik dalam bertingkah laku belum mengikuti perintah/larangan. Teguran perlu disertai dengan usaha menyadarkan anak didik akan ketidaktepatannya dalam bertingkah laku, sehingga anak didik dapat menerima teguran secara sukarela.

6) Ancaman
Ancaman adalah tindakan pendidik mengoreksi secara keras tingkah laku anak didik yang tidak sesuai harapan, dengan disertai perjanjian jika terulang lagi akan diberi hukuman. Ancaman merupakan tindak lanjut dari teguran. Pada umumnya, ancaman akan menimbulkan ketakutan. Anak didik dapat menerima ancaman tersebut karena mengerti, atau karena takut. Anak didik juga dapat menolak ancaman tersebut karena tidak mau dipaksa. Usahakan agar ancaman ini digunakan pada saat yang tepat, misalnya untuk pelanggaran berulang dan cukup berat. Sebaiknya jangan terlalu sering menggunakan alat ini. 

7) Hukuman
Hukuman adalah tindakan pendidik terhadap anak didik karena melakukan kesalahan. Hukuman dimaksudkan untuk memberikan efek jera, sehingga anak didik diharapkan tidak melakukan kesalahan lagi. Hukuman merupakan alat pendidikan istimewa sebab membuat anak didik menderita. Berat ringannya hukuman tergantung pada tujuan yang hendak dicapai dan keadaan anak didik. Hukuman dapat berbentuk hukuman fisik, hukuman perasaan (diejek, dipermalukan, dimaki, dll) atau pun hukuman intelektual. Sebaiknya jangan menggunakan hukuman fisik atau hukuman perasaan, karena dapat mengganggu hubungan kasih sayang antara pendidik dan anak didik. Biasakanlah untuk menggunakan hukuman intelektual artinya anak didik diberi kegiatan tertentu sebagai hukuman berdasarkan alasan bahwa kegiatan itu akan langsung membawanya pada perbaikan hasil belajarnya. 

4. Waktu pelaksanaan
Pada saat anak usia dini, hubungan anak dengan pendidik belum disebut sebagai kegiatan pendidikan melainkan baru dalam proses/taraf pembiasaan. Karena anak usia dini masih bersifat serba menerima, mereka belum memahami apa itu perintah, aturan, norma dan lain sebagainya. Kegiatan pembiasaan tersebut merupakan langkah awal yang dilakukan oleh pendidik untuk mencapai kedewasaan seorang anak atau disebut juga dengan pendidikan pendahuluan. Perbedaan pendidikan pendahuluan dengan pendidikan sebenarnya adalah ketika terjadi hubungan wibawa antara pendidik dan anak didik. Jadi pendidikan yang sebenarnya bukan merupakan kebiasaan melainkan terjadi ketika hubungan wibawa itu ada, ketika anak telah mampu menerima petunjuk dan perintah bukan hanya atas dasar ikut-ikutan atau meniru orang lain.

5. Aspek tujuan
Tujuan pendidikan adalah mengantarkan anak untuk mencapai kedewasaan. Tujuan pendidikan dibagi kedalam 2 tujuan, secara mikro dan makro. Tujuan pendidikan secara mikro adalah untuk menjadikan anak didik menjadi dewasa. Sedangkan secara makro yaitu menyiapkan manusia supaya lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan bangsanya. Anak dikatakan mencapai kedewasaannya apabila dia sudah bisa dan mampu berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain baik secara biologis, psikologis, ekonomi dan sosial. 

6.   Aspek lingkungan
Lingkungan tempat dimana kita bertempat tinggal dan mendapatkan pendidikan merupakan lingkungan pendidikan. Lingkungan disekitar anak dapat dibedakan menjadi 4 macam:

v Lingkungan alam fisik
Lingkungan ini merupakan lingkungan berupa alam disekitar kita seperti tumbuhan, hewan, udara, rumah dan lain-lain.

v Lingkungan budaya, berupa kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, adat istiadat, bahasa, seni dan lain-lain.

v Lingkungan sosial, berupa hubungan interaksi antar individu yang hidup bermasyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain, tyermasuk didalamnya tentang sikap, perilaku, norma antar setiap individu.

v Lingkungan spiritual, berupa lingkungan agama, keyakinan yang dianut masyarakat yang ada disekitar kehidupan dia.

Manakala faktor-faktor tersebut, ada yang tidak mendukung, maka disitulah sering terjadi kendala bagi diberlangsungkannya proses pendidikan. Sebagai contoh bakat dan minat anak yang tidak ada pada suatu bidang ajar, atau intelejensi anak yang rendah untuk materi ajar yang memerlukan kecerdasan, atau kondisi fisik anak yang tidak mendukung untuk mata ajar yang memerlukan kesempurnaan fisik, atau psikis anak yang labil, atau back ground anak dari keluarga yang tidak mampu, broken home, berasal dari masyarakat yang tidak peduli terhadap pendidikan, atau lingkungan sekolah yang diselenggarakan berada jauh dibawah ukuran standard (baik manajemen, pembelajaran dan fasilitasnya), maka semuanya itu menjadi pembatas bagi dilangsungkannya pendidikan bagi anak tersebut.

C. Kemungkinan dan Keharusan Pendidikan

Kemungkinan dan keharusan pendidikan adalah hal-hal yang menyebabkan dimungkinkan dan diharuskannya pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Anak manusia telah diakui oleh para ahli berbagai pakar disiplin ilmu yang berbeda, memiliki potensi untuk kemungkinan dididik dan bahkan menjadikannya harus dididik, umpamanya :

Ø Filsafat
Pakar Filsafat menilai manusia sebagai Homo Sapien, makhluk yang memiliki akal, karenanya dia mungkin dan harus dididik agar dapat berkembang kearah yang diinginkan.

Ø Sosiologi
Pakar sosiologi menganggap manusia sebagai Homo socius, yakni makhluk yang punya keinginan untuk hidup bersama. Dengan kebersamaan ini dimungkinkannya terjadi proses transfer nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan. Karenanya dengan potensi ini manusia dimungkinkan untuk dididik. Dasar kehidupan sosial adalah karena adanya kebutuhan. Agar kehidupan sosial itu berjalan dengan baik dan langgeng, maka diperlukan adanya nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan dalam memenuhi kebutuhan itu, sehingga memang manusia harus dididik.

Ø Psikologi
Dalam pandangan psikologi, bahwa manusia bukan hanya terdiri bentuk lahir dengan panca inderanya saja, tapi juga memiliki aspek psikis dengan berbagai demensinya, seperti emosi, intelegensi, konasi, imajinasi (daya khayal), dll. Yang semua itu memungkinkan dan mengharuskan manusia untuk dididik, sehingga dapat berkembang menjadi manusia yang sempurna bukan hanya aspek pisik tapi juga aspek psikisnya.

Ø Antropologi
Dalam pandangan antropologi manusia adalah makhluk yang berbudaya, karena manusia mempunyai akal dan rasa keingintahuan dan punya kemampuan pisik untuk mengembangkannya. Potensi akal dan keingintahuan serta kemampuan untuk mengembangkan ini adalah potensi yang menyebabkan manusia mungkin dan harus didik, sehingga budaya manusia terus berkembang kearah kesempurnaan.

Ø Psikologi Agama
Dalam pandangan psikologi agama, manusia adalah human religious, atau mahkluk yang memiliki potensi beragama. Potensi ini dapat menjadi dasar bagi dimungkinkannya manusia dididik dan adalah merupakan suatu keharussan untuk mendidiknya agar menjadi manusia yang beragama secara benar.

Ø Agama Islam
Sebagai sebuah agama yang universal, Islam memandang manusia (anak) sebagai makhluk yang memiliki tiga unsur pokok, yaitu tubuh, hayat dan jiwa. Tubuh bersifat materi, tidak kekal dan dapat hancur, hayat yang berarti hidup, akan hancur bersama dengan datangnya kematian, sedangkan jiwa bersifat kekal. Berbeda dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan, “mereka mempunyai jiwa, tapi eksistensi jiwa di sini terikat dengan tubuh yang bersifat materi, karenanya jika makhluk yang bersangkutan mati, jiwanya pun ikut hancur” karena jiwa yang dimaksud di sini oleh sebahagian kalangan filofof Islam adalah hayat yang berarti hidup. Manusia dipandang dalam islam sebagai makhluk yang termulia diantara makhluk-makhluk Allah yang lain.

ALIRAN-ALIRAN DALAM PENDIDIKAN
Aliran-aliran yang biasa digunakan oleh beberapa ahli pendidikan sebagai pendekatan dalam menilai faktor-faktor yang mempengaruhi proses perubahan atau perkembangan manusia adalah:

1. Aliran Nativisme
Nativisme adalah suatu doktrin filosofis yang berpengaruh besar dalam pemikiran psikologis. Tokoh utamanya Arthur Schopenhaur (1788-1860) seorang filosuf berkebangsaan Jerman. Aliran ini berpandangan bahwa yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah faktor keturunan dan pembawaan atau sifat-sifat yang dibawanya sejak lahir. Pendidikan dan pengalaman hidup lainnya tidak dapat mengubah sifat-sifat keturunan/pembawaaan manusia. Usaha-usaha mendidik dalam pandangan aliran ini merupakan usaha yang sia-sia. Karena pandangan pesimis ini, maka aliran ini dalam dunia pendidikan disebut “Pesimesme pedagogis.” 

Secara singkat keturunan diartikan semua sifat-sifat atau ciri-ciri yang melekat pada seorang anak yang merupakan regenerasi dari orang tuanya. Sedangkan pembawaan adalah seluruh kemungkinan atau potensi-potensi yang terdapat pada seseorang yang perkembangannya bisa direalisasikan atau sering disebut dengan bakat. Pengaruh faktor keturunan terhadap pembentukan manusia sampai saat ini masih menjadi polemik. Ada yang setuju ada yang tidak setuju dan ada pula yang netral. Mereka mengakui tentang pengaruh faktor keturunan terhadap aspek jasmani (tubuh/badan) manusia dan akalnya. Tetapi mereka tidak menerima faktor keturunan dapat mempengaruhi sifat akhlak (moral) dan kebiasaan sosial. Aliran Nativisme ini beranggapan bahwa tidak adanya ruang bagi pendidikan untuk mempengaruhi perubahan manusia karena aliran ini berkeyakinan bahwa satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi hanya faktor pembawaan atau faktor keturunan.

2. Aliran Naturalisme
Aliran ini hampir sama dengan aliran nativisme. Nature artinya alam atau apa yang dibawa sejak lahir. Aliran ini berpendapat bahwa pada dasarnya semua anak (manusia) adalah baik. Meskipun aliran ini percaya dengan kebaikan awal manusia, aliran ini tidak menafikan peranan dan pengaruh lingkungan atau pendidikan. Pendidikkan yang baik akan mengantarkan terciptanya manusia yang baik. Sebaliknya pendidikan dan lingkungan yang jelek akan berakibat manusia menjadi jelek juga.

J. Rooseau sebagai tokoh aliran ini mengatakan, “semua anak adalah baik pada saat dilahirkan, tetapi menjadi rusak di tangan manusia”. Oleh karena itu dia mengajukan pendapat agar pendidikan anak menggunakan sistem “pendidikan alam”. Artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang menurut alamnya. Manusia dan masyarakat jangan terlalu ikut mencampurinya. 

3. Aliran Empirisme
Aliran emperisme berlawanan dengan aliran nativisme. Kalau dalam nativisme pembawaan atau keturunan menjadi faktor penentu yang mempengaruhi perkembangan manusia, maka dalam emperisme yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah lingkungan dan pengalaman pendidikannya.

Lingkungan menurut Zakiyah Daradjat dalam arti yang luas mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan kata lain lingkungan adalah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam kehidupan yang senantiasa berkembang. Ia adalah seluruh yang ada, baik manusia atau benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, kejadian-kejadian atau hal-hal yang mempunyai hubungan dengan manusia. Sejauh manakah manusia berinteraksi dengan lingkungan, sejauh itulah terbuka peluang masuknya pengaruh pendidikan kepadanya. 

Secara eksplisit aliran emperisme menekankan betapa peran lingkungan dan pengalaman pendidikan sangat besar dalam mengubah atau mengembangkan manusia dan setiap anak bisa dibentuk sesuai dengan kepentingan dan arahan lingkungan. Pendapat kaum emperis yang optimis ini, di dalam dunia pendidikan dikenal dengan “optimisme pedagogis”.

Doktrin mendasar yang masyhur dalam aliran emperisme adalah teori “tabula rasa”, sebuah istilah latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Dalam arti perkembangan manusia tergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.

Dalam hal ini, para penganut emperisme menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa anak kelak tergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.

Nabi Muhammad SAW : bersabda :
“Semua anak dilahirkan dalam keadaan suci, ibu dan bapaknya yang akan menentukan apakah anak tersebut akan menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi” (HR. Bukhari). 

Sukar untuk tidak menyakini bahwa lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap proses pembentukan manusia. Lingkungan akan menentukan perilaku dan moral manusia. Seorang anak yang tinggal dalam kondisi sosial masyarakat yang tidak teratur, kemampuan ekonomi di bawah rata-rata, lingkungan alam yang kumuh tanpa fasilitas-fasilitas umum yang memadai seperti sarana ibadah, sarana olah raga dan lain-lain, kondisi seperti itu akan menyuburkan pertumbuhan anak-anak nakal dan kurang bermoral. Untuk anak yang hidup dalam lingkungan ini, maka tidak cukup alasan untuk tidak menjadi brutal, apalagi jika orang tuanya kurang peduli dengan perkembangan anaknya.

Bagi aliran ini, pembentukan moral dan prilaku manusia akan sangat tergantung pada kondisi lingkungannya. Lingkungan yang baik (bermoral) tempat di mana anak-anak melakukan interaksi akan terpengaruh pada terciptana anak-anak yang berprilaku dan bermoral baik. Demikian pula lingkungan yang tidak baik akan menciptakan anak-anak yang bermoral tidak baik.

4. Aliran Konvergensi
Munculnya aliran konvergensi merupakan respon terhadap pertentangan antara dua aliran ekstrim nativisme dan emperisme. Konvergensi berusaha untuk mengkompromikan arti penting aspek keturunan pada satu sisi dan aspek lingkungan di sisi yang lain sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia. Tokoh aliran ini, Louis William Sterm, seorang psikolog Jerman (1871-1938).

Dalam menetapkan faktor yang mempengaruhi manusia, aliran ini tidak hanya berpegang pada lingkungan, pengalaman/pendidikan saja, tetapi juga mempercayai faktor keturunan. Konvergensi memposisikan pembawaan dan lingkungan dalam posisi yang sama-sama penting. Pembawaan tidak mempunyai arti apa-apa terhadap perkembangan manusia jika tidak didukung oleh kondisi lingkungan yang memadai. Demikian pula lingkungan dan pengalaman tanpa adanya bakat pembawaan tidak akan mampu mengembangkan manusia sesuai dengan harapan. Bagi aliran konvengensi, keturunan dan lingkungan sama-sama mempunyai peran dan andil dalam perkembangan manusia.


)*Disarikan dari berbagai sumber


Atau : http://irasaffaghira.blogspot.com/2013/11/tujuan-batasan-dan-kemungkinan.html

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment